
China di Ujung Tanduk Krisis, RI Kecipratan Banyak Untung

Krisis energi dunia membuat harga berbagai komoditas melambung. Diawali dari gas alam, lonjakan harga kemudian diikuti oleh batu bara, minyak bumi, hingga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Ya, harga gas alam memang semakin mahal. Pada Selasa (12/10/2021) pukul 08:12 WIB, harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma, Amerika Serikat) naik 0,73% ke US$ 5,38/MMBtu. Sejak akhir 2020 (/year-to-date/), harga komoditas ini melambung 112,05%.
Salah satu dampak kenaikan harga gas alam adalah mahalnya biaya pembangkitan listrik. Di Eropa, Refinitiv mencatat harga pembangkitan dengan gas alam adalah EUR 89,4/MWh pada 5 Oktober 2021.
Sementara dengan batu bara jauh lebih murah yaitu EUR 58,06/MWh. Jadi tidak heran batu bara kini menjadi pilihan pengganti gas alam.
Selain batu bara, minyak bumi juga menjadi alternatif pengganti gas alam sebagai sumber energi primer pembangkit listrik. Ini membuat harga minyak bumi melesat.
Pada September 2021, rata-rata ICP ada di US$ 72,7/barel, tertinggi sejak Oktober 2018. Sepanjang Januari-September, rata-rata ICP adalah US$ 65,21/barel, melonjak 63,51% dibandingkan rerata sembilan bulan pertama 2020.
Asumsi ICP dalam APBN 2021 adalah US$ 45/barel. Jadi realisasi Januari-September sudah ada kenaikan US$ 20,21 dari asumsi tersebut.
Secara ceteris paribus, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 akan membuat APBN 'untung' Rp 0,9 triliun. So, kalau harga naik US$ 20,21 dari asumsi, maka APBN 2021 mendapat 'berkah' Rp 18,19 triliun.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]