PLTU Kena Pajak Karbon, RI Setara Inggris dan Jepang

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Rabu, 13/10/2021 09:47 WIB
Foto: Infografis/ Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi mengenakan pajak untuk karbon yang dituangkan dalam UU Harmonisasi Peraturan perpajakan. Tarifnya sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Pajak karbon ini ditetapkan untuk jumlah emisi yang melebihi batasan yang ditetapkan. Untuk tahap awal di tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara.


Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu menyebutkan, Indonesia menjadi negara penggerak pajak karbon pertama di dunia terutama di antara negara berkembang. Ini adalah bukti komitmen pemerintah yang bahkan menjadikan Indonesia setara dengan negara maju.

"Implementasi pajak karbon ini menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon ini, diantaranya Inggris, Jepang dan Singapura," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (13/10/2021).

Adapun penerapan pajak karbon ini sejalan dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Dalam rangka mencapai target tersebut, agenda reformasi dalam kebijakan fiskal untuk mempercepat investasi hijau telah dimulai secara intensif. Pemerintah telah memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan. Dalam 5 tahun terakhir, belanja negara untuk penanganan perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1% dari APBN.

Dari sisi pembiayaan APBN, pemerintah juga telah menerbitkan green sukuk sejak 2018 yang diantaranya digunakan membiayai transportasi berkelanjutan, mitigasi bencana, pengelolaan limbah, akses energi sumber terbarukan, dan efisiensi energi. Pada tahun 2021 ini, Pemerintah baru saja menerbitkan Global Green Sukuk pertama dengan tenor 30 tahun senilai US$ 750 juta dan SDGs Global Bond senilai Euro 500 juta.

Pemerintah juga tengah menyusun Kerangka Kerja Fiskal Perubahan Iklim (Climate Change Fiscal Framework/CCFF) untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan, termasuk pencapaian NDC dengan melibatkan masyarakat dan swasta.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku (changing behavior) para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

"Dalam penerapannya, pemerintah akan melakukan transisi yang tepat agar pengenaan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi," ujar Sri Mulyani.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PLTU Bertambah, Energi Terbarukan Tetap Jadi Prioritas