Waspada! Drama Krisis Evergrande Masih Jauh dari Kata Usai

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
10 October 2021 19:15
CHINA-EVERGRANDE/
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Selain Fantasia, saham raksasa properti lain, yakni Greenland Holdings yang merupakan kontraktor menara hunian tertinggi di Sydney, London, New York hingga Los Angeles juga tertekan karena dikhawatirkan menghadapi problem likuiditas yang sama.

Greenland saat ini bernasib sama dengan Evergrande, yakni melanggar tiga ketentuan yang digariskan pemerintah China, terkait keamanan rasio solvabilitasnya (kemampuan membayar kewajiban utangnya). Utang bersih perseroan lebih tinggi dari posisi ekuitasnya.

Pemerintah China pun kini menghadapi dilema, antara turun tangan menyehatkan Evergrande dkk ataukah membiarkan manajemen mengambil cara business to business untuk mengatasi persoalannya.

Jika pemerintah turun tangan, maka muncul stigma seburuk apapun pengelolaan utang perusahaan di China, pemerintah akan pasang badan juga. Lalu, bakal ada gelombang 'Evergrande' lainnya yang ikut mendeklarasikan diri gagal bayar karena pandemi.

Di masa lalu, pemerintah China pernah membantu perusahaan yang terbelit utang, seperti Kaisa pada 2014 di mana pemerintah melonggarkan penjualan properti mereka yang semula dibekukan karena dugaan korupsi. Kebijakan demikian membuat perusahaan properti di atas angin.

"Pelaku pasar mempertanyakan apalah ini menjadi awal gagal bayar sukarela oleh pengembang lain yang memiliki posisi likuiditas jangka pendek sehat, tetapi memikul utang jangka panjang besar dan tak berkelanjutan," tutur perencana kredit dan Forex DBS Bank Chang Wei Liang, dalam laporan risetnya.

Namun jika pemerintah China menunggu penyelesaian dalam koridor bisnis, maka tak ada jaminan persoalan akan terselesaikan secara cepat, dan tak ada jaminan bahwa efek domino terburuk (ambruknya pasar keuangan China) bakal terhindarkan.

Ini sejalan dengan proyeksi bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia) yang baru dirilis Jumat kemarin, dengan menilai bahwa tindakan terlalu cepat mengatasi kerentanan tersebut (dengan intervensi) bisa membuat kepercayaan pasar akan jaminan implisit yang memperkuat sistem keuangan China akan terlepas, dan memicu tekanan keuangan.

"Sebaliknya, jika mereka bertindak terlalu lambat, kemungkinan terjadinya tekanan keuangan yang lebih dalam di masa mendatang pun meningkat," tulisa RBA, dalam laporan kebijakan moneternya per Oktober.

Oleh karenanya, pekan depan akan menjadi pekan yang patut dicermati seputar penyelesaian Evergrande ini. Apakah perseroan menemukan solusi taktis mengatasi kewajibannya tanpa memicu kepanikan pasar, ataukah mereka angkat tangan dan diambil alih pemerintah China.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular