Produksi Minyak 1 Juta Barel Tercapai, RI Hemat Rp200 T/Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030 mendatang.
Bila target ini terwujud, maka ini bisa menekan impor minyak RI sebesar 1,1 juta bph menjadi hanya sekitar 324 ribu bph. Alhasil, RI bisa menghemat devisa sebesar US$ 14,1 miliar atau sekitar Rp 201,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$) per tahun hingga 2040.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji.
"Dengan tercapainya target produksi minyak 1 juta bph akan menekan impor minyak dari 1,1 juta bph menjadi 324.000 bph dan penghematan devisa hingga 2040 sebesar US$ 14,1 miliar per tahun," tuturnya, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian, dikutip Jumat (08/10/2021).
Dia mengatakan, demi mencapai target tersebut, Menteri ESDM telah membentuk tim satuan tugas (task force).
"Untuk mendukung (target) itu, telah dibentuk task force demi mempercepat produksi," ungkapnya.
Dia menjelaskan, terdapat enam task force di masing-masing program untuk memonitoring, pengawasan hingga perencanaan pada program percepatan Plan of Development (POD), percepatan pengeboran, pengurasan minyak tahap lanjut atau Enhanced Oil Recovery (EOR), insentif fiskal, migas non konvensional, dan eksplorasi.
Menurut Tutuka, adanya tim task force membuat pemerintah semakin optimistis dapat mencapai target tersebut dengan tetap mengedepankan keselamatan migas. Terlebih, konsumsi minyak Indonesia lebih besar dibandingkan produksi. Sedangkan gas, kondisinya lebih baik dengan surplus produksi serta cadangan yang lebih besar.
Saat ini, Direktorat Jenderal Migas bersama SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah mengidentifikasi profil produksi yang direncanakan dari masing-masing KKKS.
"Tim dari Ditjen Migas sudah mengkonfirmasi ke KKKS dan menghasilkan profil tidak jauh dari 1 juta bph. Kemudian, SKK Migas menambahkan menjadi 1 juta bph," Tutuka menambahkan.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa strategi peningkatan produksi yaitu program kerja rutin seperti infill drilling/step out pada lapangan existing dan work over/well service. Selain itu, dilakukan percepatan transformasi resources menjadi produksi, dengan mempercepat POD baru dan POD pending.
"Program peningkatan produksi juga dilakukan dengan penggunaan Enhanced Oil Recovery (EOR) seperti chemical EOR, CO2 injection, dan steamflood (injeksi uap) ," tuturnya.
Selain itu, pemerintah juga berencana menggeser lokasi eksplorasi dari yang semula fokus di wilayah Barat Indonesia ke wilayah Timur.
"Bagian Barat sudah sedemikian padat dieksploitasi dan eksplorasi, sedangkan bagian Timur spot-nya masih sedikit. Ini tantangan kita semua," ujarnya.
Upaya ini mendapat dukungan dari Dewan Pengawas Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keteknikan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (PAKKEM) Waluyo. Ia mengatakan, Badan Usaha/Bentuk Usaha Tetap pasti melakukan serangkaian kegiatan seperti peningkatan kapasitas demi mendukung target capaian tersebut.
Di sisi lain, peralatan atau aset migas dari proyek-proyek tersebut pasti ada yang sudah berusia tua. Oleh karena itu, untuk menjaga keselamatan migas, perlu dilakukan inspeksi, evaluasi peralatan, serta analisa resiko.
"Dari analisa risiko itu kita bisa melihat apakah risiko dari kegiatan-kegiatan tersebut masih toleran atau tidak. Kalau seandainya masih toleran, maka bisa dilanjutkan. Tapi kalau tidak, maka harus dilakukan perlakuan resiko seperti renovasi dan perbaikan-perbaikan," jelas Waluyo.
(wia)