
Ngeri! 'Sindrom Havana' Mulai Bikin Intel AS Ciut Nyali

Jakarta, CNBC Indonesia - Laporan mengenai gejala penyakit misterius yang diderita intelijen Amerika Serikat (AS) terus berkembang. Kali ini penyakit yang pertama kali muncul di Kuba itu bahkan telah menyerang mental para intelijen Negeri Paman Sam.
Mengutip CNBC International, Frank Figliuzzi, mantan asisten direktur kontra intelijen di FBI menyerukan koordinasi yang lebih besar di dalam pemerintah AS untuk memerangi meningkatnya jumlah serangan penyakit ini.
"Saya masih tidak melihat jenis pendekatan terkoordinasi, lintas lembaga, seluruh pemerintah untuk ini di mana ada tinjauan medis pusat yang dilakukan, tidak peduli dari lembaga mana Anda berasal, jika Anda terkena dampak, dan lihat, ini serangan telah meningkat di tengah keberanian mereka," kata Figliuzzi dikutip Kamis (7/10/2021).
Figliuzzi sendiri memaparkan saat ini penyakit itu semakin intens terjadi. Satu serangan terjadi selama perjalanan ke India pada bulan September dengan korban Direktur CIA William Burns. Serangan potensial lainnya menunda perjalanan Wakil Presiden Kamala Harris ke Vietnam pada bulan Agustus.
"Kita harus memahaminya, kita harus memiliki catatan medis yang jelas yang mengatakan, ya, Anda diserang, dan kita perlu mengetahui siapa yang melakukan ini," tambahnya.
Sindrom Havana adalah suatu kondisi misterius dimana korbannya mengalami gejala seperti pusing, mual, migrain, dan kehilangan ingatan. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh pejabat AS yang berbasis di kedutaan AS di Kuba pada 2016. Pada saat itu, seorang agen intelijen melaporkan menderita sakit telinga, vertigo, dan merasa "tidak sempurna secara kognitif".
Beberapa ahli kesehatan percaya bahwa gejala tersebut terkait dengan penggunaan peralatan mata-mata frekuensi tinggi. Dalam sebuah wawancara beberapa bulan lalu, Direktur CIA Burns menyebutkan bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang disengaja. Bahkan ia mengarahkan pernyataannya itu pada sebuah negara.
"Ada kemungkinan yang sangat kuat bahwa sindrom itu sengaja disebabkan, dan bahwa Rusia dapat bertanggung jawab," katanya, seraya menambahkan bahwa dia menahan kesimpulan definitif sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Di sisi lain, Moskow menolak tuduhan ini. Dalam faktanya, tuduhan ini sendiri belum dapat dibuktikan secara jelas dalam forum ilmiah.
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengenal Havana Syndrome yang Bikin Heboh Wapres AS