Siap-Siap Harga BBM-LPG Naik atau APBN Jebol!
Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi di beberapa negara dikhawatirkan akan berdampak pada Indonesia. Hal ini dikarenakan beberapa kebutuhan energi Indonesia masih didominasi dari impor, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Ketika terjadi gejolak di luar negeri, maka ini akan berdampak pada harga komoditas impor, dalam hal ini BBM dan LPG.
Pengamat Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, kondisi krisis bisa menyebabkan biaya perolehannya menjadi jauh lebih tinggi.
"Terkait minyak bumi dan turunannya seperti BBM dan LPG, negara yang punya cadangan strategis secara relatif bisa menggunakan cadangan tersebut untuk mengatasi kondisi emergency," papar mantan Gubernur Indonesia untuk OPEC 2015-2017 ini kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (07/10/2021).
Dia mencontohkan, China sempat menimbun cadangan minyak terutama pada saat harga rendah. Sementara Indonesia tidak punya cadangan minyak yang dibeli saat harga murah seperti China.
"Jadi Indonesia mau tidak mau harus siap impor dengan harga pasar yang sedang meningkat," jelasnya.
Di saat harga minyak terus meningkat, namun di dalam negeri harga jual BBM dan LPG kepada masyarakat tidak bisa dinaikkan karena harga diatur negara, maka kondisi ini menurutnya bakal membebani subsidi. PT Pertamina (Persero) juga akan terbebani jika harga BBM non subsidi tidak bisa dinaikkan.
"Sementara di dalam negeri harga tidak bisa dinaikkan, artinya pemerintah akan terbebani dengan subsidi yang semakin meningkat, dan juga Pertamina akan sangat terbebani jika tidak bisa melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi," tuturnya.
Perlu diketahui, harga minyak kini telah menembus US$ 80 per barel. Selama sebulan terakhir, harga emas jenis Brent meningkat 13,07% dan light sweet 12,95%.
Pada perdagangan Kamis pagi (07/10/2021) pukul 07:02, harga minyak jenis Brent berada di US$ 80,97 per barel, turun 0,36% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara jenis light sweet tercatat US$ 77,11 per barel, turun 0,44%.
Meski demikian, harga minyak saat ini jauh meningkat dibandingkan posisi di awal tahun yang berada di kisaran US$ 51,09 per barel untuk Brent dan US$ 50,63 per barel untuk light sweet.
Pemerintah akan menganggarkan subsidi energi pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 sebesar Rp 134,03 triliun, naik 4,3% dibandingkan outlook subsidi energi pada 2021 sebesar Rp 128,47 triliun.
Berdasarkan Buku Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022, dikutip Senin (16/08/2021), subsidi energi pada RAPBN 2022 tersebut direncanakan terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG tabung 3 kilo gram (kg) Rp 77,55 triliun dan subsidi listrik Rp 56,48 triliun.
Subsidi BBM pada RAPBN 2022 tersebut diperkirakan meningkat 15,9% bila dibandingkan dengan outlook APBN 2021 yang sebesar Rp 66,94 triliun.
Krisis energi di Eropa kini semakin gawat. Harga gas alam yang melonjak membuat jutaan orang yang tinggal di blok tersebut terancam tidak memiliki akses listrik yang mumpuni selama musim dingin nanti.
Analis kebijakan publik di lembaga transisi energi Regulatory Assistance Project mengatakan, jutaan warga di benua Eropa diprediksi mengalami pemutusan jaringan karena tak mampu membayar tagihan yang membludak.
(wia)