Orang RI Larikan Dana ke Tax Haven, Bos Pajak Siap Berburu!

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
05 October 2021 18:00
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo Saat Konferensi Pers APBN KITA September 2021. (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo Saat Konferensi Pers APBN KITA September 2021. (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa nama pejabat dan pengusaha Indonesia masuk dalam daftar dokumen Pandora Papers yang dirilis pada akhir pekan lalu. Adapun dokumen ini berisi mengenai Wajib Pajak dari berbagai dunia yang menyembunyikan asetnya di negara suaka pajak.

Negara suaka pajak diketahui sebagai negara yang menawarkan pajak rendah bahkan tanpa pemungutan pajak kepada perusahaan atau individu asing yang menyimpan hartanya di negara mereka. Sehingga ini sering menjadi pilihan para orang kaya atau pejabat negara untuk menghindari kewajiban perpajakannya atau menjadi pengemplang pajak

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebutkan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengejar wajib pajak Indonesia yang menyimpan hartanya di negara bebas pajak. Salah satunya tax amnesty yang dijalankan pada tahun 2016-2017 silam.

"Untuk membawa pulang aset yang dimiliki oleh WNI dari luar negeri (termasuk negara bebas pajak) Pemerintah melaksanakan program Tax Amnesty pada tahun 2016. Program tersebut memberikan insentif (tarif uang tebusan relatif kecil) kepada WNI untuk merepatriasi aset mereka dari luar negeri ke Indonesia," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/10/2021).

Hal ini dinilai berhasil dengan mencatatkan hasil repatriasi sebesar Rp 146 triliun. Tak hanya berhenti di situ, DJP juga menindaklanjuti data hasil tax amnesty hingga bekerjasama dengan negara-negara lain termasuk suaka pajak terkait perpajakan.

Selain itu, DJP juga menghambat rencana pendirian perusahaan cangkang oleh wajib pajak di negara suaka pajak. Suryo menjelaskan setidaknya ada lima langkan yang dilakukan DJP.

Pertama, meningkatkan kerja sama international khususnya dalam penanganan perlakuan perpajakan dengan menjadi bagian dari Multinational Conventrions, melaksanakan Double Taxation Agreement, dan berpartisipasi dalam Automatic Exchange of Information (AEoI).

Kedua, menerbitkan peraturan yang mempermudah investasi, salah satunya adalah UU Cipta Kerja. Sehingga dapat memperbaiki peringkat Easy of Doing Business untuk meningkatkan investasi luar negeri dan meminimalkan capital outflow yang dibuktikan dengan naiknya peringkat Indonesia dari 73 ke peringkat 40 di 2021.

Ketiga, melakukan upaya penegakan hukum kepada perusahaan yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan (Pemeriksaan Bukti Permulaan) yang dengan sengaja melakukan profit shifting melalui perusahaan cangkang.

Keempat, aktif dalam forum regional dan internasional dan mengangkat isu-isu strategis tentang kejahatan pidana pajak internasional, sehingga mendapat pemahaman terkait praktik- praktik transfer pricing.

Kelima, penguatan peran PPATK sebagai Financial Intelligent Unit untuk pemantauan lalu lintas financial dari dan ke luar negeri.

"Kami terus berupaya meminimalisir praktik pembuatan perusahaan cangkang tersebut melalui langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas," tegas Suryo.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengumuman! Layanan Online Pajak Dihentikan Sementara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular