Gencarkan Energi Hijau, RI Masih Butuh Bantuan Dana Asing
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia terus mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) demi mengejar target bauran energi. Namun dalam pemanfaatan EBT ini, RI tidak bisa jalan sendiri, masih diperlukan bantuan pendanaan dari asing untuk mencapainya.
Ekonom INDEF Abra El Talattov mengatakan bahwa RI tidak mungkin sendirian apalagi hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendorong pemanfaatan EBT.
Dia mengatakan, sudah ada ruang untuk melakukan mekanisme transisi energi, sehingga ini bisa menjadi peluang mencari alternatif pembiayaan internasional, baik proyek pemerintah dan swasta.
Menurutnya, skema-skema yang ada saat ini sudah cukup rasional, apalagi Indonesia memiliki hutan yang luas, sehingga menjadi insentif untuk bisa mendapatkan pembiayaan alternatif dan terjangkau.
"Pengembangan EBT di Indonesia banyak tantangan, kemudian dari sisi pendanaan cost of fund masih mahal untuk danai pembangunan EBT, dan dari sisi teknologi dan komponen bahan baku Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minim," ungkapnya dalam Energy Corner Road to Energy Day "Jurus RI Hadapi Tantangan Transisi Energi" CNBC Indonesia, Rabu (29/09/2021).
Guna meningkatkan TKDN, menurutnya perlu dilakukan hilirisasi dan industri bahan baku, industri barang modal untuk mengembangkan EBT di Indonesia. Dalam menggarap hal ini, dia kembali menegaskan diperlukan juga dukungan internasional.
"Saya pikir ada strategi diplomasi yang harus diperkuat. Kita butuh dukungan negara maju yang mapan lebih lama alami inovasi tadi, juga perlu komitmen bersama," ujarnya.
Dia pun mengingatkan bahwa titik awal (starting point) RI dibandingkan negara maju untuk pemanfaatan EBT tidak lah sama. Negara-negara maju memang telah memulainya jauh lebih awal. Untuk batu bara saja, mereka telah menggunakannya satu abad lebih maju dibandingkan Indonesia. Sementara Indonesia yang masih termasuk negara berkembang baru memulai bangkit dan gencar menggunakan batu bara pada awal 2000-an.
"Starting point Indonesia dengan negara maju saja sudah beda. Mereka sudah ratusan tahun lalu gunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan mereka sudah melakukan transformasi fosil ke EBT puluhan tahun," ungkapnya.
Oleh karena itu, wajar bila negara maju kini mengampanyekan pembangunan infrastruktur EBT. Sementara Indonesia masih "bayi" dalam hal pemanfaatan EBT dengan sumber daya alam (SDA) di sektor tambang yang melimpah.
"Harusnya berbarengan optimalkan pemanfaatan fosil kita dan proses siapkan infrastruktur. Paralel lakukan itu," lanjutkan.
(wia)