
PPN Mau Naik? Siap-siap Daya Beli Rakyat Tercekik!

Meski secara otomatis akan mengerek penerimaan pajak, karena tidak mungkin orang tidak bertransaksi, kenaikan tarif PPN punya dampak lain. Saat tarif PPN naik, maka harga barang dan jasa juga akan terdongkrak sehingga mempengaruhi daya beli rakyat.
Belajar dari pengalaman di Jepang, kenaikan tarif PPN akan langsung menurunkan konsumsi. Pada 1997, pemerintah Negeri Matahari Terbit menaikkan tarif PPN dari 3% jadi 5%. Hasilnya, konsumsi rumah tangga terkontraksi 0,76% pada 1998.
Pada 2014, tarif PPN kembali dinaikkan dari 5% menjadi 8% dan pada Oktober 2015 naik lagi jadi 10%. Pada 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh -0,93%.
Mengutip laporan Japan Research Institute (JRI), kenaikan tarif PPN akan menaikkan harga barang dan jasa sebesar 0,9%. Ini akan membuat pengeluaran konsumen berkurang 0,6% dan berdampak 0,4% terhadap PDB.
Selain berisiko menggerus pertumbuhan ekonomi, kenaikan tarif PPN juga melenceng dari salah satu tujuan kebijakan fiskal yaitu redistribusi pendapatan. Kebijakan fiskal harus memiliki semangat keadilan, mereka yang mampu seyogianya berkontribusi lebih besar dan mereka yang membutuhkan diberi keringanan serta dukungan dari negara. Ini yang namanya redistribusi pendapatan.
Namun kenaikan tarif PPN bersifat pukul rata. Orang kaya dan orang miskin menanggung beban yang sama. Mereka yang sehari-hari makan nasi dengan kecap harus membayar PPN yang sama dengan mereka yang makan steak wagyu.
Betul pemerintah membutuhkan tambahan setoran pajak jika ingin mengurangi utang. Namun menaikkan tarif PPN adalah jalan pintas, low hanging fruit, cara paling mudah. Pasti penerimaan negara akan naik sonder upaya ekstra (extra effort).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)