Pertamina Raih Penghargaan CNBC Indonesia Award 2021
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) dinobatkan sebagai "Breakthrough Award in Energy Transition 2021" dalam ajang CNBC Indonesia Award 2021 "The Best Energy and Mining Companies".
"Terima Kasih, atas award yang diberikan. Terima kasih kepada CNBc Indonesia. Ini bukti, apa yang Pertamina lakukan untuk transisi energi, dengan dukungan stakeholder, inshallah kita bisa melakukan apa yang diamanatkan oleh pemerintah terkait bauran energi untuk mencapai 23% di 2025 maupun 31% di 2050," ujar Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina (Persero), Iman Rachman dalam dalam CNBC Indonesia Award "The Best Energy and Mining Companies" di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
"Terima kasih kepada semua pihak stakeholder Pertamina, yang selama ini support sehingga bisa melakukan transisi energi dan kita secara bersama kolaborasi mencapai apa yang diamanatkan oleh Pemerintah," imbuhnya.
CNBC Indonesia Awards adalah ajang penghargaan kepada pelaku di berbagai industri yang berhasil beradaptasi di tengah pandemi. Seremonial CNBC Indonesia Awards 2021 akan di mulai dari Webinar dan diakhiri oleh Announcement Pemenang para nominasi.
Dalam kajian Tim Riset CNBC Indonesia, PT Pertamina (Persero) bertransformasi menjadi perusahaan energi terintegrasi, dan kini mengemban tugas penting menjadi panglima dalam proyek akbar transisi energi di Indonesia.
Pemerintah meneken Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), guna mengerem efek pemanasan global. Sebagai konsekuensinya, porsi energi baru dan terbarukan (EBT) di Rencana Energi Nasional ditargetkan mencapai 23% pada 2025 dan 32% pada 2050.
Targetnya, bauran energi tersebut akan berujung pada penurunan emisi sebesar 29% pada 2030 dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional dalam kurun waktu yang sama, sebesar 7 juta terajoule.
Guna mencapai target ambisius tersebut, Pertamina sebagai perusahaan energi terbesar nasional mendapatkan penugasan pemerintah untuk mendongkrak pemanfaaatan EBT dalam bauran energi yang diproduksinya, dari posisi sekarang hanya 1% menjadi 17%.
Sementara itu, porsi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan (liquefied petroleum gas/LPG) menjadi 64%. Di sisi lain, porsi penggunaan gas didongkrak menjadi 19% sedangkan EBT menjadi 17% dari total bauran energi Pertamina pada 2030.
Penugasan khusus tersebut sangat bisa dipahami, mengingat posisi Pertamuna sebagai perusahaan energi terbesar nasional, yang pada 2030 diprediksi menjadi pemasok 71% kebutuhan energi Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan, manajemen Pertamina sendiri telah menyatakan kesiapannya menjalankan panggilan negara tersebut, dengan mematok target penggunaan EBT menjadi 17% dari bauran produksi energinya pada 2030.
Di bawah komando Nicke Widyawati selaku Direktur Utama, Pertamina merumuskan program Green Energy Transition dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Rantai pasokan migas pun didesain ulang untuk mengedepankan aspek ramah lingkungan, dan secara aktif membangun portofolio EBT yang berbasis sumber daya dalam negeri.
Pertamina juga menyadari bahwa konsumsi energi di masa depan akan didominasi oleh listrik, dan bukan lagi energi primer. Oleh karena itu, melalui anak usahanya Pertamina Power & NRE, perseroan mendongkrak kapasitas pembangkitan listrik menjadi 10 Gigawatt (GW) pada 2026.
Beberapa pembangkit listrik tersebut utamanya akan mengandalkan EBT, seperti pengembangan biomassa/biogas dengan kapasitas 153 megawatt (MW), Bio Blending Gasoline dan Gasoil, Biocrude dari Alga dan Ethanol 1,000 kiloton per tahun (kiloton per annum/KTPA) pada 2025.
Proyek Strategis Digulirkan
Untuk memperepat transisi energi di Indonesia, Pertamina melanjutkan sejumlah proyek strategis yang terkait, di antaranya rencana induk pengembangan dan pengolahan (Refinery & Development Masterplan), serta peningkatan kapasitas panas bumi (geothermal).
Perseroan membangun Grass Root Refinery (GRR) dan Petrokimia di Tuban, serta green refinery berkapasitas 6-100 KTPA dan juga Etanol sebesar 50 MT per tahun pada 2025. Pertamina juga terlibat dalam Battery Company untuk memproduksi baterai 140 GWh pada tahun 2029 serta mengembangkan ekosistem baterai EV termasuk bisnis swapping & charging.
Proyek geothermal pun akan didongkrak melalui peningkatan kapasitas terpasang PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebanyak 1.877 MW, yang terdiri dari 672 MW pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik PGE dan 1.205 MW dioperasikan bersama pengembang lain. Total kapasitas terpasang geothermal pada tahun 2030 ditargetkan mencapai 2.745 MW.
Tidak berhenti di EBT konvensional, PGE yang mengelola 15 Wilayah Kerja telah memulai inisiatif pemanfaatan EBT yang lebih canggih, yakni green hydrogen yang akan menggunakan listrik dari lapangan geothermal Pertamina dengan total potensi 8.600 kilogram per hari.
Sementara itu, untuk mendongkrak pemanfaatan gas sebagai energi fosil yang bersih, Pertamina terus membangun transmisi gas baik untuk industri maupun rumah tangga. Perseroan membidik 30 juta rumah tangga akan menikmati gas dari proyek jaringan gas kota.
Perseroan juga berminat membangun pabrik metanol untuk gasifikasi berkapasitas 1.000 KTPA pada tahun 2025, di samping menggarap portofolio di sektor kelistrikan non-batu bara, yakni berupa pembangkit berbahan bakar gas, biomassa, dan surya.
Tidak tanggung-tanggung, Pertamina mengalokasikan sekitar 9% dari belanja modal (capital expenditure/capex) periode 2020-2024 khusus untuk pengembangan EBT. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3%.
(yun/yun)