Energi Hijau, Demi Pergaulan Dunia atau Listrik Terjangkau?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Rabu, 29/09/2021 15:56 WIB
Foto: Ekonom INDEF, Abra El Talattov

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong pemanfaatan pembangkit energi terbarukan salah satunya demi mengejar target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang. Lalu apakah memang Indonesia siap bertransisi seperti negara maju?

Ekonom INDEF Abra El Talattov dalam Energy Corner Road to Energy Day "Jurus RI Hadapi Tantangan Transisi Energi" CNBC Indonesia, Rabu (29/09/2021) mengatakan starting point RI dibandingkan negara maju tidak sama. Mereka telah memulainya jauh lebih awal.

"Starting point Indonesia dengan negara maju saja sudah beda. Mereka sudah ratusan tahun lalu gunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan mereka sudah melakukan transformasi fosil ke EBT puluhan tahun," ungkapnya.


Sehingga negara maju sudah terlebih dahulu menikmati pemanfaatan energi fosil dan menuju ke pembangunan infrastruktur EBT. Sementara Indonesia masih negara yang baru, dengan sumber daya alam (SDA) di sektor Minerba yang melimpah.

"Harusnya berbarengan optimalkan pemanfaatan fosil kita dan proses siapkan infrastruktur. Paralel lakukan itu," lanjutkan.

Lebih lanjut dia mengatakan proses transisi ini tidak mungkin dilakukan sendirian, apalagi hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya sudah ada ruang mekanisme transisi energi.

"Ini jadi peluang kita cari alternatif pembiayaan baik proyek pemerintah dan swasta dukungan dari dunia internasional. Skema sudah cukup rasional apalagi kita negara dengan luasan hutan yang luas ini, insentif kita dapat sumber pembiayaan alternatif yang terjangkau," paparnya.

Abra menyebut pengembangan EBT di Indonesia menghadapi beberapa tantangan. Mulai dari regulasi, kemudian dari sisi pendanaan, di mana cost of fund yang masih cukup mahal di dalam pembiayaan EBT.

"Lalu teknologi dan bahan baku, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih minim, perlu diperkuat hilirisasi dan industri bahan baku barang modal," ungkapnya.

Menurutnya pengembangan EBT di Indonesia jangan hanya dibebankan kepada negara, namun diperlukan juga dukungan internasional.

"Harus lihat nasional interest, kita kontributor hutan, kita butuh dukungan negara maju yang mapan dan lama, kita perlu komitmen bersama untuk ikuti paradigma negara maju internasional juga pahami konteks kesiapan kita di Indonesia," paparnya.


(dob/dob)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RUPTL 2025-2034, Ambisi Besar atau Sekedar Janji Energi Hijau?