Inggris Balik Pakai Batu Bara, RI Yakin Mau Ngandelin EBT?
Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris dan beberapa negara Eropa lain saat ini tengah mengalami krisis energi. Melemahnya pasokan energi baru terbarukan (EBT), terutama energi angin hingga melambungnya harga gas, mau tak mau membuat negara yang turut aktif mengampanyekan energi hijau ini kembali mengonsumsi batu bara sebagai sumber energi pembangkit listriknya.
Harga gas alam melambung tinggi sejak Januari 2021 dan kini sudah naik 250% akibat dinamika permintaan dan penawaran. Permintaan energi meningkat seiring pulihnya perekonomian di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Sementara dari sisi pasokan gas, terkendala akibat adanya penghentian fasilitas produksi di Amerika Serikat hingga isu manipulasi perusahaan gas Rusia Gazprom, sehingga mendongkrak harga gas.
Harga gas yang semakin mahal membuat biaya pembangkitan listrik dengan bahan bakar ini kian tidak ekonomis. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik dengan gas alam adalah EUR 75,32/MWh pada 21 September 2021. Dengan batu bara, harganya hanya EUR 44,18/MWh. Ini membuat batu bara kembali menjadi primadona, bahkan di Eropa yang menjunjung tinggi isu ramah lingkungan.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Di tengah gencarnya pemerintah mendorong pemakaian energi baru terbarukan, bagaimana antisipasi agar tidak terjadi pengulangan seperti yang dialami Inggris?
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, jika krisis energi yang terjadi di Inggris benar, maka bisa dijadikan pelajaran bagi RI.
Pelajaran yang bisa dipetik yakni terkait menjaga keandalan sistem ketenagalistrikan. Menurutnya, keandalan sistem ketenagalistrikan harus bisa direncanakan secara komprehensif, termasuk juga langkah-langkah mengantisipasinya atas segala kemungkinan yang terjadi.
"Kejadian di Inggris menjadi pelajaran (kalau memang itu betul), bahwa keandalan sistem ketenagalistrikan harus direncanakan secara komprehensif termasuk mengantisipasinya," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/09/2021).
Indonesia saat ini dia sebut sedang mempersiapkan transisi dari energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain memperhatikan isu keandalan, menurutnya di dalam proses mengembangkan energi berbasis EBT juga harus memperhatikan isu keekonomian proyek.
"Itu yang sekarang sedang disiapkan oleh Indonesia, bagaimana mengembangkan energi bersih berbasis EBT," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah juga mempertimbangkan bauran energi baru terbarukan dengan energi fosil, mengingat beberapa jenis EBT sangat tergantung pada cuaca.
"Peningkatan interkoneksi, smart grid dan pemanfaatan teknologi lainnya termasuk energy storage menjadi aspek penting untuk menjamin suksesnya pengembangan EBT secara nasional," lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan, saat ini RI masih menggunakan batu bara sebesar 38% dari bauran energi Indonesia.
Ke depan, menurutnya penggunaan EBT akan terus ditingkatkan. Meski demikian, energi fosil juga belum akan ditinggalkan, namun dengan tetap bisa menekan angka emisi karbon melalui pemanfaatan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) pada PLTU berbasis batu bara.
"Saat ini Indonesia masih menggunakan coal sekitar 38% dari bauran energi kita, ke depan kita akan kita tingkatkan EBT, dan penggunaan energi fosil tetap kita gunakan dengan penerapan teknologi untuk mengurangi emisinya seperti pemanfaatan CCU dan CCUS," ungkapnya.
Melihat kondisi yang terjadi di Inggris saat ini, ini membuktikan bahwa transisi perpindahan dari energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan tidak semudah itu dijalankan.
Indonesia, sebagai pemilik "harta karun" dan juga produsen batu bara terbesar ketiga dunia tak ayal masih bergantung pada batu bara sebagai salah satu sumber energi. Selain sumbernya berasal di dalam negeri, harganya pun jauh lebih murah dibandingkan energi lainnya. Ditambah, negeri ini masih terkendala oleh daya beli masyarakat yang relatif rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura, sehingga harga energi menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.
Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, cadangan batu bara RI merupakan terbesar ketujuh di dunia dengan jumlah cadangan 34,87 miliar ton. Sementara sumber daya batu bara RI tercatat mencapai 148,7 miliar ton, berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sementara itu, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, Indonesia berencana meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi pembangkit listrik menjadi 48% dari sebelumnya 30%, dan energi fosil turun menjadi 52% dari sebelumnya ditargetkan 70%.
(wia)