Demi Temuan Harta Karun Migas Raksasa, Pengusaha Butuh Ini

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
22 September 2021 15:15
Kilang minyak
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Berbagai insentif digelontorkan demi menggaet investasi di sektor hulu migas.

Namun sepertinya insentif yang digelontorkan selama ini belum cukup. Lelang blok migas yang dilakukan pemerintah tahun ini tak sepenuhnya menarik minat investor.

Lalu, apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh para investor?

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal dalam acara Energy Corner Special Road to Energy Day "Menuju Produksi Minyak RI 1 Juta Barel per Hari" CNBC Indonesia, Rabu (22/09/2021), mengatakan saat ini pemerintah sudah berupaya dengan baik dalam meningkatkan insentif.

Penurunan produksi migas di dalam negeri menurutnya sudah lama terjadi, yakni sejak keluarnya Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Sejak saat itu terjadi penurunan produksi, khususnya minyak. Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian.

"Ini membuat investor melihat kembali portofolio mereka. Jadi banyak sekali insentif-insentif yang tadinya ada, direvisi ulang, meski memang sebagian sudah dikembalikan insentif tersebut," paparnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/09/2021).

Dia mengatakan, saat ini kondisi semakin sulit di mana biaya semakin besar untuk mengelola lapangan dan juga kegiatan eksplorasi. Pengelolaan minyak di lapangan lepas pantai (offshore) membutuhkan teknologi tambahan, sehingga biaya lebih tinggi. Melihat kondisi ini, menurutnya mestinya pemerintah memberikan insentif lebih besar lagi.

"Pemerintah harus menimbang dari sisi pendapatan negara, bagaimana tingkatkan produksi migas. Pemerintah harus melihat kalau industri migas ini jantungnya ekonomi Indonesia juga, karena kontribusi gak hanya sebagai pendapatan negara tapi ada multiplier effect," tuturnya.

Efek berganda tersebut di antaranya penyerapan tenaga kerja, pengembangan usaha penunjang migas yang mana mayoritas adalah perusahaan nasional, serta mengurangi impor minyak.

"Ini nilainya sangat tinggi. Pertimbangkan juga pemerintah berikan insentif ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), bisa naikkan produksi, karena efek banyak sekali kalau industri migas marak kembali 10-20 tahun lalu," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah perlu melihat lagi insentif apa saja yang diberikan sebelum 2001. Dia juga menyarankan agar pemerintah membuat benchmark atau tolok ukur dengan negara lain.

"Sekarang ada opsi investor memilih (kontrak migas) Gross Split dan Cost Recovery. Hal ini positif. Saya sarankan lihat di negara lain," tuturnya.

Sementara itu, Taufik Adityawarman, Direktur Pengembangan dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina, mengatakan tantangan terbesar saat ini adalah menciptakan iklim investasi lebih kondusif lagi.

"Ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Perbaikan fiskal dan kepastian hukum berusaha dan perizinan. Ini jadi hal-hal yang menarik investor datang kembali ke RI. Kami sendiri dari Pertamina dukung pemerintah tingkatkan investasi migas," tegasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular