Dunia Masih 'Sakit', Ramalan Ekonomi Masih Buruk

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
21 September 2021 18:50
A migrant man seeking refuge in the United States walks back into the Mexican side carrying his belongings inside a plastic bag while crossing the Rio Bravo river which divides the border between Ciudad Acuna, Mexico and Del Rio, Texas, U.S., to avoid being deported, in Ciudad Acuna, Mexico, September 19, 2021. REUTERS/Daniel Becerril
Foto: Seorang pria migran pencari suaka di Amerika Serikat berjalan kembali ke sisi Meksiko membawa barang-barangnya di dalam kantong plastik saat menyeberangi sungai Rio Bravo yang membelah perbatasan antara Ciudad Acuna, Meksiko dan Del Rio, Texas, AS, untuk menghindari dideportasi, di Ciudad Acuna, Meksiko, 19 September 2021. (REUTERS/Daniel Becerril)

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD pada Selasa (21/9/2021) menurunkan proyeksi pertumbuhan global tahun 2021. Hal ini karena pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang tidak merata.

"Output global sekarang diperkirakan akan meningkat sebesar 5,7% tahun ini, turun 0,1 poin persentase dari perkiraan sebelumnya pada bulan Mei," menurut lembaga yang berbasis di Paris itu dikutip AFP.

Sementara itu, OECD juga memprediksi pertumbuhan global kemudian akan turun menjadi 4,5% tahun depan.

OECD menyebut negara berkembang merupakan pihak yang memiliki pemulihan ekonomi lebih lambat. Pasalnya, angka vaksinasi di negara berkembang masih lebih tertinggal dibandingkan negara maju.

Secara rinci, ekonomi Amerika Serikat (AS) terlihat berkembang 6,0% tahun ini. Ini turun hampir satu poin persentase dari perkiraan Mei lalu. Sementara itu, untuk 2022, ekonomi Negara Paman Sam diprediksi 3,9%.

Untuk China, pertumbuhannya diprediksi sebesar 8,5% tahun ini dan 5,8% pada 2022. Lalu untuk Eropa, OECD menaikkan perkiraannya untuk pertumbuhan zona Euro tahun ini dengan persentase poin penuh menjadi 5,3% dan 4,6% pada tahun 2022 mendatang.

Lebih lanjut, OECD menyarankan bank sentral untuk menjaga kebijakan moneter longgar. Namun pada saat yang sama juga menawarkan panduan yang jelas tentang seberapa tinggi mereka dapat mentolerir kenaikan inflasi.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alasan Ekonomi RI Meroket 7,07%: Low Base Effect di 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular