
Waspada Diambil China, Intip Harta Karun Migas RI di Natuna

Jakarta, CNBC Indonesia - Perairan Natuna berbatasan dengan Laut China Selatan yang menjadi rebutan banyak negara, terutama China. Tak ayal bila kawasan ini sering dinodai konflik pelanggaran perbatasan wilayah dengan wara-wirinya sejumlah kapal asing, seperti China dan Vietnam.
Pada pekan lalu, Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menyebut bahwa ada ribuan kapal milik Vietnam dan China masuk ke perairan Natuna, dekat Laut China Selatan. Kapal-kapal itu pun dianggap mengganggu aktivitas pertambangan kapal nasional.
"Serbuan" kapal-kapal asing tersebut patut diwaspadai mengingat Indonesia juga memiliki "harta karun" di bawah permukaan laut Natuna ini.
Salah satu "harta karun" di perairan Natuna ini yaitu cadangan hidrokarbon raksasa mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) di Blok East Natuna.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo sempat mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa potensi besar gas di Blok East Natuna ini bahkan telah ditemukan sejak 47 tahun lalu, tapi sayangnya hingga saat ini belum juga bisa dieksploitasi.
Kendalanya, menurutnya yaitu karena kandungan karbon dioksidanya besar sekali mencapai 71%, sehingga dibutuhkan teknologi canggih dan investasi tinggi untuk mengelolanya.
Dari potensi 222 TCF, tapi dengan kandungan CO2 mencapai 71%, maka lean gas yang bisa dieksploitasi hanya sekitar 46 TCF. Meski demikian, lanjutnya, itu bahkan mencapai tiga kali lipat dari cadangan Lapangan Tangguh dan Blok Masela.
"Jadi, ini memang cadangan besar. Posisinya adalah beneran di perbatasan antara wilayah Indonesia dan Laut China Selatan yang diklaim China Daratan," ujarnya.
Dia mengakui, potensi migas di Laut China Selatan ini sangat besar, sehingga menjadi rebutan banyak pihak. Indonesia juga telah memproduksi migas dari blok migas di kawasan Natuna Barat sejak sejak 1990-an yang kemudian gasnya diekspor ke Singapura.
Menurutnya, aktivitas pengeboran di daerah Natuna ini, terlebih berbatasan dengan Laut China Selatan menjadi sangat penting untuk segera dilakukan. Bila ada kegiatan pertambangan seperti ini, maka menurutnya tidak akan mudah diklaim oleh negara lain bahwa kawasan tersebut merupakan milik mereka.
Sementara itu, China pada 2020 lalu dikabarkan telah menemukan ladang minyak dengan potensi 200 juta ton minyak dan 300 miliar ton gas di selatan Pulau Hainan, Laut China Selatan.
China juga disebut sudah menyelesaikan pembangunan platform penyimpanan (storage) di sana yang mampu menampung 53.000 ton migas.
