
Pak Jokowi Dicolek Coldplay Soal Perubahan Iklim, Kok Diam?

Jakarta, CNBC Indonesia - Grup band asal Inggris Coldplay melalui akun resminya di Twitter menyebut nama Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan mengatasi perubahan iklim. Kira-kira bakal digubris, atau malah.. ditangkap?
Coldplay ingin mengajak orang nomor 1 di Indonesia itu untuk bergabung dan berkoalisi dengan Ban Ki-moon Centre yang merupakan organisasi quasi-internasional berbasis di Vienna, Austria. Organisasi ini berfokus pada permasalahan global.
Seperti namanya, organisasi ini memang didirikan oleh Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB periode 2007-2016 dan Heinz Fischer, Presiden Austria 2004-2016. Misi mereka adalah menghadang pemanasan global.
Dalam cuitannya di Twitter ini, Coldplay mengajak Jokowi menyerukan komitmen dalam program memperbaiki kerusakan lingkungan dan turut berupaya memerangi dampak perubahan iklim dunia melalui program Global Citizen Live.
Cuitan tersebut sejauh ini sudah dicuitkan ulang sebanyak 6.167 kali, dikutip sebanyak 2.353 kali, dan disukai oleh 20.600 orang baik dari netizen Indonesia maupun netizen dari luar negeri.
Ini bukanlah momentum pertama nama Indonesia mencuat di perbincangan global terkait isu perubahan iklim. Pada 27 Juli lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menilai Indonesia rawan menjadi korban perubahan iklim, sehingga Ibu Kota Jakarta tenggelam.
"Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan Ibu Kotanya karena mereka akan berada di bawah air," kata Biden dalam pidato sambutan di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada Jumat (27/7/2021).
Sayangnya, seruan Biden tersebut justru menjadi semacam buah simalakama karena pada kenyataannya justru New York yang dilanda badai Ida dan hujan deras sehingga banjir bandang menghantam dua kota utamanya yakni New York dan New Jersey. Sebanyak 20 orang tewas.
Realitas ini menandakan bahwa isu perubahan iklim tidak pilih kasih dan bisa memukul negara manapun. Oleh karenanya, para pemimpin dunia semestinya secara berbarengan mengambil kebijakan kongkrit untuk mengerem pemanasan global.
Dalam laporan yang dirilis pada tahun 2014, Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) mengingatkan bahwa produksi makanan dunia berisiko terpukul akibat kekeringan, banjir, dan perubahan cuaca secara ekstrim.
"Hasil panen bisa turun 2% tiap 10 tahun hingga berabad-abad ke depan. Sektor perikanan juga akan terdampak dengan perubahan keseimbangan kadar kimia di samudera. Beberapa ikan di daerah tropis akan langka. Spesies lainnya di belahan bumi Utara segera menyusul," tulis IPCC.
Imbasnya, harga makanan bisa melonjak antara 3%-84% pada 2050. "Kenaikan panen dibutuhkan untuk memenuhi kenaikan permintaan, tetapi perubahan iklim menurunkan tingkat panen," tutur Michael Oppenheimer, penyusun laporan IPCC tersebut.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Menunggu Jawaban dan Janji Jokowi