Pak Jokowi Dicolek Coldplay Soal Perubahan Iklim, Kok Diam?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
19 September 2021 16:15
coldplay
Foto: REUTERS/Mike Blake

Jakarta, CNBC Indonesia - Grup band asal Inggris Coldplay melalui akun resminya di Twitter menyebut nama Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan mengatasi perubahan iklim. Kira-kira bakal digubris, atau malah.. ditangkap?

Coldplay ingin mengajak orang nomor 1 di Indonesia itu untuk bergabung dan berkoalisi dengan Ban Ki-moon Centre yang merupakan organisasi quasi-internasional berbasis di Vienna, Austria. Organisasi ini berfokus pada permasalahan global.

Seperti namanya, organisasi ini memang didirikan oleh Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB periode 2007-2016 dan Heinz Fischer, Presiden Austria 2004-2016. Misi mereka adalah menghadang pemanasan global.

Dalam cuitannya di Twitter ini, Coldplay mengajak Jokowi menyerukan komitmen dalam program memperbaiki kerusakan lingkungan dan turut berupaya memerangi dampak perubahan iklim dunia melalui program Global Citizen Live.

Cuitan tersebut sejauh ini sudah dicuitkan ulang sebanyak 6.167 kali, dikutip sebanyak 2.353 kali, dan disukai oleh 20.600 orang baik dari netizen Indonesia maupun netizen dari luar negeri.

Ini bukanlah momentum pertama nama Indonesia mencuat di perbincangan global terkait isu perubahan iklim. Pada 27 Juli lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menilai Indonesia rawan menjadi korban perubahan iklim, sehingga Ibu Kota Jakarta tenggelam.

"Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan Ibu Kotanya karena mereka akan berada di bawah air," kata Biden dalam pidato sambutan di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada Jumat (27/7/2021).

Sayangnya, seruan Biden tersebut justru menjadi semacam buah simalakama karena pada kenyataannya justru New York yang dilanda badai Ida dan hujan deras sehingga banjir bandang menghantam dua kota utamanya yakni New York dan New Jersey. Sebanyak 20 orang tewas.

Realitas ini menandakan bahwa isu perubahan iklim tidak pilih kasih dan bisa memukul negara manapun. Oleh karenanya, para pemimpin dunia semestinya secara berbarengan mengambil kebijakan kongkrit untuk mengerem pemanasan global.

Dalam laporan yang dirilis pada tahun 2014, Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) mengingatkan bahwa produksi makanan dunia berisiko terpukul akibat kekeringan, banjir, dan perubahan cuaca secara ekstrim.

"Hasil panen bisa turun 2% tiap 10 tahun hingga berabad-abad ke depan. Sektor perikanan juga akan terdampak dengan perubahan keseimbangan kadar kimia di samudera. Beberapa ikan di daerah tropis akan langka. Spesies lainnya di belahan bumi Utara segera menyusul," tulis IPCC.

Imbasnya, harga makanan bisa melonjak antara 3%-84% pada 2050. "Kenaikan panen dibutuhkan untuk memenuhi kenaikan permintaan, tetapi perubahan iklim menurunkan tingkat panen," tutur Michael Oppenheimer, penyusun laporan IPCC tersebut.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Menunggu Jawaban dan Janji Jokowi

 

Pemanasan global menjadi persoalan serius bagi dunia karena 30% populasi di bumi ini bekerja di sektor pertanian jika mengacu pada data Bank Dunia per 2020. Di Indonesia, sektor pertanian (termasuk perkebunan, perikanan dan kehutanan) menyerap 38,78 juta jiwa, atau 29,6% pekerja.

Ironisnya, kedua sektor tersebut juga menjadi pemicu perubahan iklim ketika dijalankan secara gegabah. Pembukaan hutan gambut dan pembakaran lahan sawit memicu pelepasan gas rumah kaca ke atmosfir, demikian juga dengan penggunaan produk batu bara kotor (non-clean coal).

Namun sayangnya, seruan Coldplay hingga tulisan ini diturunkan masih berakhir hampa. Jokowi yang kerap mengidentikkan dirinya sebagai pencinta musik populer, utamanya musik cadas (metal), tak kunjung bersuara ataupun merespons cuitan tersebut.

Mungkin Chris Martin, pentolan Coldplay perlu mengulang undangannya tersebut, tetapi kali ini dengan "santun" dan memenuhi standard protokoler kenegaraan, seperti surat berkop dan permohonan resmi, dan tidak asal cuit di media sosial.

Maklum, beberapa waktu lalu beberapa warga negara Indonesia sendiri ditangkap polisi karena menyerukan aspirasi mereka meski secara damai dengan mengacungkan spanduk di pinggir jalan. Mereka dinilai tidak taat azas protokoler, sehingga sempat ditangkap.

Salah satunya menimpa seorang warga Blitar bernama Suroto saat Jokowi melakukan kunjungan kerja di wilayah tersebut, hanya karena membentangkan poster bertuliskan "Pak Jokowi, bantu peternak beli jagung dengan harga wajar."

Suroto akhirnya diundang ke istana untuk beraudiensi pada Kamis (16/9/2021), di mana presiden menjanjikan bantuan pengadaan jagung 30.000 ton untuk menekan harga pakan ternak tersebut menjadi Rp 4.500/kilogram.

Namun per Sabtu kemarin, harga jagung di tingkat peternak Blitar malah melambung. Detik.com melaporkan harga jagung di pasaran masih di atas kisaran Rp 6.000/kg. Warga pun menggeruduk Suroto menagih janji Presiden.

Peristiwa penangkapan juga terjadi saat Jokowi berkunjung ke Solo, Jawa Tengah, di mana mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) membentangkan poster bertuliskan: 'Pak Tolong Benahi KPK.' Namun kali itu tidak ada audiensi atau janji apapun dari Jokowi terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejak Januari, mengutip laporan majalah Tempo, sebanyak 26 orang warga Indonesia mengalami represi aparat ketika menyuarakan aspirasinya secara damai kepada aparat pemerintah. Jika dirata-rata, ada tiga penangkapan yang tidak perlu setiap bulannya.

Jadi, good luck ya, Coldplay!

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular