Duh! Dunia Diancam Bahaya Ini, Jokowi-Biden Sharing Strategi

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
Sabtu, 18/09/2021 08:24 WIB
Foto: Presiden Joko Widodo menjadi satu dari sepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan yang mengikuti Major of Economies on Energy and Climate 2021 yang digelar secara virtual pada Jumat, 17 September 2021. Dari Istana Kepresidenan Bogor, Presiden mengikuti forum yang berisi negara-negara utama dalam pembahasan tentang energi dan perubahan iklim tersebut. ( Lukas - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah menghadapi situasi sulit dalam sejumlah sektor, termasuk sektor energi dan iklim. Situasi tersebut tidak membutuhkan aksi bersama dalam skala global.

Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada pertemuan Major Economies Forum on Energy and Climate 2021 secara virtual, Jumat (17/9/2021).

"Kredibilitas, khususnya aksi konkret, sangat krusial," kata Jokowi, dikutip melalui keterangan resmi, Sabtu (18/9/2021).


Jokowi sendiri menjadi satu dari 10 kepala negara yang mengikuti forum pembahasan energi dan iklim tersebut. Kehadiran Jokowi untuk memenuhi undangan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Di depan Joe Biden, Jokowi menyampaikan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam menghadapi situasi darurat tersebut. Pemerintah telah mencanangkan transformasi menuju energi baru dan terbarukan, serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau.

"Kami telah menyusun strategi peralihan pembangkit listrik dari batu bara ke energi baru terbarukan, mempercepat pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan yang didukung pelaksanaan efisiensi energi, meningkatkan penggunaan biofuels, dan mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik," tuturnya.

Indonesia, kata Jokowi, juga telah menargetkan netral karbon (Net Zero) pada tahun 2060 dengan kawasan percontohan yang masih terus dikembangkan.

"Termasuk pembangunan Green Industrial Park seluas 20 ribu hektare, terbesar di dunia, di Kalimantan Utara," jelasnya.

Jokowi memandang, kemitraan global sangat diperlukan karena transisi energi bagi negara berkembang membutuhkan pembiayaan dan teknologi yang terjangkau.

"Kami membuka peluang kerja sama dan investasi bagi pengembangan bahan bakar nabati, industri baterai litium, kendaraan listrik, teknologi carbon, capture, and storage, energi hidrogen, kawasan industri hijau, dan pasar karbon Indonesia," katanya.

Jokowi lantas menyampaikan dukungannya terhadap Global Methane Pledge atau ikrar aksi bersama yang bertujuan mengurangi 30% emisi metana global pada tahun 2030. Global Methane Pledge dianggap dapat menjadi momentum penguatan kemitraan dalam mendukung kapasitas negara berkembang.

"Bersama Amerika Serikat dan 45 negara lainnya, Indonesia juga telah bergabung dalam Global Methane Initiative. Pengurangan emisi metana telah masuk dalam Nationally Determined Contribution Indonesia," katanya.


(cha/cha)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RUPTL 2025-2034, Ambisi Besar atau Sekedar Janji Energi Hijau?