Korut Kecam AS Soal Uji Rudal Balistik, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Media pemerintah Korea Utara (Korut), Korean Central News Agency (KCNA), menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan standar ganda atas kegiatan militer dan melakukan kebijakan yang menghambat pembicaraan mengenai program senjata nuklir dan rudal negara itu.
Tuduhan itu muncul setelah Korut dan Korea Selatan (Korsel) menguji coba rudal balistik pada hari yang sama, Rabu (15/9/2021) kemarin. Namun AS hanya mengutuk Korut sebagai ancaman bagi negara tetangga dan tidak menyebutkan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM) oleh Korsel.
Mengutip analis urusan internasional Kim Myong Chol, KCNA menuliskan "AS telah membangkitkan kehebohan besar dengan menyebut Korut sebagai ancaman bagi perdamaian internasional dan keamanan".
"Menyebut mereka provokasi bersenjata yang dilakukan pada waktu tertentu dan bertujuan pada target tertentu, itu menyalahkan langkah-langkah yang menjadi hak kita untuk membela diri. Respons arogan dan merasa benar sendiri adalah pengungkapan nyata dari kesepakatan ganda ala Amerika," kata Kim, dalam artikel yang diterbitkan Jumat (17/9/2021).
"Hari ini praktiknya yang sewenang-wenang telah melampaui batas," tambahnya.
Kim mengatakan AS harus disalahkan atas kebuntuan untuk memulai kembali pembicaraan mengenai persenjataan nuklir dan rudal balistik Korut, yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan keringanan sanksi.
"Meskipun kontak dan dialog dilakukan sekarang, dapat dipastikan bahwa AS akan meningkatkan tolok ukur kesepakatan ganda di mana mereka akan menyebut tindakan kami untuk 'ancaman' pertahanan diri terhadap perdamaian dunia dan sekutunya," kata Kim.
"Kecuali AS menjamin penarikan kebijakan permusuhannya terhadap Korut, kata denuklirisasi tidak akan pernah bisa dibicarakan."
Komentar Kim sejalan dengan pernyataan Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut Kim Jong Un. Ia mengecam Korsel karena mengkritik "langkah-langkah defensif rutin" Korut saat mengembangkan rudalnya sendiri.
Korut terus mengembangkan sistem persenjataannya, meningkatkan pertaruhan negosiasi yang dimulai antara Kim Jong Un dan mantan Presiden AS Donald Trump pada 2018, yang terhenti sejak 2019 lalu.
(roy/roy)