
Cerita Jokowi Tegur Bobby Nasution Soal Dana Ngendon di Bank

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kesekian kalinya 'menyentil' serapan anggaran pemerintah daerah yang masih rendah. Padahal di masa pandemi, dana tersebut dibutuhkan untuk membantu meringankan beban masyarakat.
Kali ini, teguran diberikan kepada seluruh kepala daerah di Sumatera Utara, saat Jokowi memberikan arahan dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Sumatera Utara, Kamis (16/9/2021).
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyoroti serapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di sejumlah wilayah yang masih relatif rendah.
"Segera lakukan realisasi anggaran secepatnya, sehingga menggerakkan ekonomi di daerah. Sehingga jangan terlalu lama di bank," kata Jokowi, seperti dikutip Jumat (17/9/2021).
![]() Bobby Nasution (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) |
Dari sekian banyak kepala daerah yang ada di Sumatera Utara, ada nama Bobby Nasution yang merupakan menantu kepala negara yang menjabat sebagai Wali Kota Medan.
Jokowi mengungkap, bahwa anggaran pemerintah kota Medan yang saat ini mengendap di bank mencapai Rp 1,8 triliun. "Yang paling besar di Medan. Nanti dicek," kata Jokowi.
Secara garis besar, serapan kas keuangan di Sumatera Utara memang masih cukup rendah. Per 10 September 2021, realisasi serapan APBD Sumatera Utara baru mencapai 55%.
Jokowi mengatakan, anggaran pemerintah pusat yang ditransfer ke daerah namun masih mengendap di bank masih cukup tinggi. Berdasarkan catatan Jokowi, rata-rata dana yang mengendap mencapai Rp 1,3 triliun.
Halaman Selanjutnya >>> Kenapa Kas Daerah Kerap Mengendap di Bank?
Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah beberapa waktu lalu menggelar dialog interaktif untuk membedah uang kas daerah yang berada di perbankan.
Direktur Jenderal Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, data Bank Indonesia per 31 Agustus 2021 menunjukkan kas pemda sebanyak Rp 178,9 triliun. Namun jumlah tersebut pada awal bulan berkurang karena telah digunakan.
"Tapi di tanggal 1 September, uang keluar, uang kas tersebut akan berkurang untuk mendanai pengeluaran Pemda perbulan, seperti untuk belanja rutin dan mengikat sebesar Rp. 42,76T, yang terdiri atas gaji dan tunjangan, belanja operasional, serta belanja terkait pelayanan publik, termasuk untuk pengeluaran bersifat mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya" kata Ardian.
Uang kas Pemda yang disimpan di perbankan bukan merupakan kesengajaan untuk semata-mata mencari bunga, akan tetapi dipersiapkan untuk pembayaran yang sudah memiliki peruntukannya.
"Pemda memang punya kecenderungan ibaratnya menyediakan sejumlah uang untuk mempersiapkan pembayaran gaji ASN-nya, honorernya di satu sampai dua bulan ke depan untuk spare, tapi itu bukan sengaja untuk mencari bunga, sekali lagi bukan" katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjelaskan, alasan mengapa ada uang daerah yang mengendap di perbankan. Menurutnya, pada awal tahun anggaran dalam RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya.
Selain itu, setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD, sehingga menambah saldo. Di lain sisi, uang yang telah masuk ke RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja.
Pasalnya, pelaksanaan program memerlukan proses dan jangka waktu. Ini sesuai dengan UU Perbendaharaan Negara pada Pasal 21, yang menyebutkan bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
Selain itu, pembayaran yang dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka. "Tapi apakah kemudian kami mencari bunga? Enggak sama sekali," jelas Ganjar.
Senada dengan Ganjar, Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan bahwa setiap daerah memiliki kas yang disimpan di perbankan. Kas tersebut untuk menyimpan seluruh penerimaan daerah, dan membayar semua pengeluaran daerah.
Bima juga menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di perbankan, salah satunya karena memiliki SILPA.
"Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, itu tidak," jelasnya.
Bima menjelaskan, bila saat ini masih ada saldo di perbankan, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini.
Sedangkan Saldo pada akhir tahun, bakal dihitung sebagai SiLPA 2022, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan sebagainya.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! Saling 'Serang' Gubernur Sumut & Bobby Menantu Jokowi