
Ada Kendala, Begini Kabar Proyek Tanggul Raksasa Pantai DKI

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi lokasi pembuatan tanggul pengaman pantai (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) Muara Baru dan Kali Adem, Jakarta Utara.
Dia melihat ada beberapa isu dalam pembangunan tanggul ini. Mulai masalah dari infrastruktur, lingkungan, sampah, maupun kelestarian mangrove yang memerlukan kolaborasi semua pihak.
Dalam kunjungannya, Luhut juga didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Gubernur DKI Jakarta.
Sebelumnya, telah ditandatangani kesepakatan bersama pada tanggal 6 Agustus 2020 oleh Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Direktur Jenderal SDA Kementerian PUPR. Salah satu isi kesepakatannya adalah objek dan lokasi tanggul pengaman pantai dan muara sungai.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, mengatakan akan membangun tanggul pengaman pantai NCICD sepanjang 11.080 kilometer, 255 diantaranya sudah selesai dan tersisa 10.825 kilometer lagi.
Selain itu ada 22.468 kilometer yang jadi proyek provinsi DKI Jakarta. Dimana masih terdapat 7.074 kilometer yang belum terbangun dan ditargetkan selesai pada tahun 2022 - 2026. Lebih rinci, khusus untuk NCICD di Muara Baru dirancang untuk dibangun sepanjang 2.037 kilometer dan menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR.
Saat ini, masih ada banyak kendala yang dihadapi. Mulai dari penambatan kapal di konstruksi tanggul, permasalahan sampah, penurunan permukaan tanah, dan adanya tanah timbul.
Membahas soal pemukiman, dalam kesempatan yang sama, Menteri Sofyan Djalil menegaskan agar ini tidak jadi wilayah kumuh.
"Kita nggak boleh biarin satu kapal masuk, terus yg lain jadi ikutan masuk. Karena punya kapal di sini, mereka akan bikin rumah di sini," sebutnya.
Kemudian, Menko Luhut bersama Menteri Kelautan dan Perikanan dan Gubernur DKI juga meninjau Kali Adem yang merupakan muara dari banjir kanal barat. Lokasi tersebut dipenuhi oleh kapal nelayan dan pemukiman yang terus bertambah, sampah yang menyumbat, penimbunan kulit kerang di badan sungai, dan terjadinya pembobolan tanggul sebagai jalan menuju kapal.
Menurut Luhut, salah satu alternatif solusinya adalah dengan merawat Taman Konservasi Suaka Margasatwa. Kawasan yang merupakan bentang alam ini, jika dirawat dengan baik, akan mampu menampung luapan Sungai Angke, menahan rob, serta menstabilkan tanah dari ancaman penurunan permukaan tanah (land subsidence) yang mencapai 7-10 cm/tahun. Luas taman konservasi ini seluas 25,02 hektar.
Meskipun dibandingkan dengan wilayah konservasi lainnya tergolong kecil, tetapi ini menjadi penting bagi DKI Jakarta. Kalau tidak, ditakutkan akan muncul dampak bagi lingkungan sekitar.
Kendala lainnya sudah banyak pemukiman warga dan kapal-kapal, tapi masyarakat juga sudah melakukan penanaman mangrove di lahan seluas 10 hektar, yang sebelumnya dijadikan timbunan sampah.
"Permasalahan sampah diharapkan dapat terus tertangani, terlebih Indonesia memiliki target penanganan sampah di laut sampai 70 persen pada tahun 2025, sebagaimana amanat dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut," kata Luhut.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]