Sri Mulyani Tampung Curhatan Publik di RUU Pajak, Ini Isinya

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Senin, 13/09/2021 17:20 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konfrensi Pers Mengenai Pemerintah & Bank Indonesia Perkuat Kerja Sama dlm Pembiayaan Sektor Kesehatan & Kemanusiaan (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaksanakan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana revisi undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) dalam beberapa waktu terakhir.

FGD dilakukan dengan berbagai kalangan , baik akademisi, pakar hingga kalangan dunia usaha dan pemuka organisasi sosial dan keagamaan.

Demikianlah diungkapkan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI dan DPD RI, Senin (13/9/2021)


"Dengan disampaikannya RUU KUP ini ke DPR pada awal Mei 2021 kemarin, maka dapat dipahami bahwa substansi yang terkandung tentu akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah memahami bahwa aspirasi masyarakat harus didengar dan menjadi pertimbangan penting untuk dalam pembahasan RUU KUP di DPR," kata Sri Mulyani.

Berikut rangkuman masukan dari berbagai lapisan masyarakat:

1. Judul RUU yang perlu disesuaikan dengan muatan isi yang tidak hanya mengatur ketentuan formal, tetapi juga ketentuan material yaitu Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Cukai, dan Pajak Karbon.

2. Program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang memerlukan penguatan penegakan hukum pasca implementasinya, potensi terjadinya moral hazzard karena dipersepsikan tax amnesty yang berulang, serta besaran tarif yang diharapkan memang tidak lebih rendah dari tarif tax amnesty.

3. Alternatif Minimum Tax (AMT) memerlukan kehati-hatian dalam penerapannya agar tidak eksesif, dan hanya diterapkan untuk jenis bisnis tertentu atau perusahaan besar yang mengakui rugi artifisial (upaya penghindaran pajak), dan tidak diterapkan terhadap perusahaan yang profit marginnya rendah atau tidak memiliki profit karena ekspansi bisnis.

4. Penerapan multi tarif PPN harus mempertimbangkan aspek kesederhanaan dan tidak meningkatkan cost of compliance, serta perlu mempertimbangkan waktu yang tepat untuk kenaikan tarif menjadi 12%.

5. Pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan dan jasa pendidikan harus diperjelas pengaturannya serta tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

6. Perlunya perluasan lebih lanjut atas obyek cukai seperti minuman berkarbonat, plastik dan BBM, dan memperjelas jenis dan skema pengenaan cukai atas produk plastik yang diusulkan dalam RUU ini.

7. Penerapan Pajak Karbon perlu disinkronkan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy, harmonisasi dengan pajak berbasis emisi karbon seperti pajak bahan bakar dan skema PPnBM kendaraan bermotor, perlu memperhitungkan dampaknya terhadap industri dan ekonomi dengan timing dan roadmap yang jelas.

"Pemerintah sangat mengapresiasi seluruh masukan dan secara serius mendengarkan, membahas, serta mempelajarinya untuk menyempurnakan substansi yang telah diusulkan dalam RUU KUP, dan akan menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam pembahasan dengan DPR," papar Sri Mulyani.



HALAMAN SELANJUTNYA >> Penjelasan Sri Mulyani Atas Masukan Publik


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru

Pages