Usai Badan Pangan Lahir, Rektor IPB Minta RI Tiru Singapura

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
30 August 2021 17:05
Rektor IPB Arif Satria mengonfirmasi (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Foto: Rektor IPB Arif Satria (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membentuk Badan Pangan Nasional (BPN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66/2021. Aturan itu diteken Jokowi pada 29 Juli 2021 lalu.

Salah satu sorotan terhadap BPN adalah mengatur impor pangan yang sudah menjadi kebiasaan selama puluhan tahun. Rektor IPB University Arif Satria menilai BPN memiliki taji untuk bisa mengaturnya.

Hal itu jika menilik sumber daya Indonesia yang berlimpah. Ia bahkan membandingkannya dengan Singapura yang merupakan negara kecil namun memiliki visi besar dalam ketersediaan pangan.

"Sekadar gambaran, Singapura sudah ambil kebijakan 25%-30% kebutuhan pangan diproduksi sendiri di 2030. Singapura nggak punya lahan namun punya kepercayaan diri luar biasa untuk membangun sistem pangan untuk bisa 30% mandiri pangan," kata Arif dalam diskusi INDEF 'Menanti Taji Badan Pangan Nasional', Senin (30/8/2021).



BPN yang baru dibentuk bertanggung jawab atas sejumlah bahan pangan seperti beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, hingga cabai. Tidak terkecuali urusan impor. Dengan sumber daya alam melimpah, seharusnya itu bukan menjadi kesulitan bagi Indonesia. Sikap berani Singapura seharusnya jadi pemicu semangat.

"Coba bayangkan, Singapura nggak punya apa-apa, bahkan sekarang banyak jembatan di Singapura dibangun sengaja, namun bukan untuk lewat orang, tapi untuk pohon, tanaman, jadi vertical farming untuk kebutuhan pangan. Dengan sikap Singapura itu, kita yang luar biasa seperti ini, seharusnya more than dari Singapura, bisa lahirkan sesuatu yang jauh lebih besar untuk supply kebutuhan pangan kita," kata Arif.

Ia menyadari bahwa perguruan tinggi memiliki tanggung jawab dalam pengembangan riset agar inovasi yang dihasilkan sesuai kebutuhan pasar. Sayang, selama ini riset tersebut justru hanya menjadi literatur yang tidak bisa dilakukan digunakan industri. Padahal, industri butuh riset dari perguruan tinggi untuk pengembangan lebih lanjut, misalnya industri makanan dan minuman.

"Perlu duduk bersama antara lembaga penelitian dengan industri yang bisa difasilitasi pemerintah agar pengembangan investasi produksi yang dihasilkan bisa dijalankan dengan baik," ujar Arif.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisa Rugi Rp 112 Triliun Karena Krisis Iklim, RI Kudu Gimana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular