Fenomena Varian Covid-22, Ini Fakta-fakta Sebenarnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah 'Covid-22' mendadak menjadi perbincangan hangat di media sosial. Dikatakan ini jadi ancaman varian baru di tahun 2022 dan diperkirakan lebih buruk dari virus corona varian Delta yang saat ini menjangkit dunia.
Lalu seperti apa fakta istilah Covid-22 ini? Berikut penjelasannya, sebagaimana dihimpun oleh CNBC Indonesia.
Bukan Istilah Resmi
Istilah Covid-22 pertama kali dilontarkan oleh ilmuwan yang berbasis di Zurich, Swiss. Ia adalah Profesor Imunologi dari Universitas ETH, Sai Reddy.
Dapat dikatakan istilah Covid-22 bukan istilah resmi baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bahkan, tak ada dalam literatur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) atau organisasi ilmiah lainnya.
Profesor Thomas Russo, Kepala Penyakit Menular di Universitas Buffalo di New York, AS mengatakan sejauh ini nama resmi penyakit virus corona adalah Covid-19. "CO untuk corona, VI untuk virus, D untuk penyakit (disease), dan 19 untuk tahun pertama ditemukan," kayanya.
Sementara penamaan virus corona SARS-CoV-2 sendiri dilakukan berdasarkan struktur genetik virus. Penamaan ini dilakukan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV).
WHO lantas mengumumkan nama penyakit akibat SARS-Cov-2 dinamakan Covid-19 berdasarkan pedoman Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dan Badan Pangan Dunia (FAO).
Selain itu penamaan virus varian baru dari p
Penyakit Covid-19 tidak akan diberi nama Covid-22. William Schaffner, MD, spesialis penyakit menular dan profesor dari Universitas Vanderbilt, menyebut varian virus corona akan diberi nama dari alfabet Yunani.
"Sehingga, jika ada varian baru yang muncul pada 2022, kemungkinan akan diberi nama dengan (kelanjutan) huruf Yunani, bukan Covid-22," katanya.
Saat ini, berbagai varian mutasi virus corona yang muncul memang diberi nama dengan huruf Yunani. Varian-varian tersebut adalah Alfa, Beta, Gamma, Delta, hingga yang terbaru Lambda.
Diklaim Lebih Menular
Dalam wawancara dengan koran berbahasa Jerman-Swiss, Blick, Reddy mengklaim Covid-22 lebih berbahaya daripada mutasi yang diketahui seperti strain Delta dan Delta Plus.
"Covid-22 bisa menjadi lebih buruk daripada yang kita saksikan sekarang. Jika varian seperti itu muncul, kita harus mengenalinya sedini mungkin dan produsen vaksin harus mengadaptasi vaksin dengan cepat. Varian baru ini adalah resiko besar. Kita harus bersiap untuk itu," kata Reddy, sebagaimana dikutip Forbes, Kamis (26/8/2021).
Menurutnya, kemunculan varian Delta menunjukkan terjadinya peningkatan penularan, sehingga virus lebih menular antar manusia. Sehingga, ada kemungkinan hal seperti Covid-22 dapat terjadi.
"Ada potensi muncul dan menyebarnya varian baru yang memiliki mutasi pada protein lonjakan (spike protein). Sehingga, virus ini lolos dari deteksi antibodi," kata Reddy, dikutip dari Inews UK.
Selain itu, kata Reddy, terdapat sejumlah orang yang tidak divaksinasi di Swiss dan berbagai negara di Eropa, sehingga mutasi baru dari virus corona lebih mudah berkembang.
"(Pemerintah) melonggarkan berbagai pembatasan yang membuat virus lebih mudah menular, misal memperbolehkan makan di dalam ruangan, menyelenggarakan acara bersama, dan konser (juga jadi faktor munculnya varian baru)," katanya.
Wawancara Reddy terkait pandemi ini memunculkan kehebohan. Menurut terjemahan, wawancara berjudul "Covid-22 akan lebih buruk" ini kemudian memantik polemik hingga di media sosial.
Halaman 2>>
(sef/sef)