Sejak 2017, Subsidi Energi RI Rata-Rata Naik 4% per Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Subsidi energi yang dikeluarkan oleh pemerintah terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sejak 2017 sampai dengan 2020, subsidi energi menunjukkan pertumbuhan rata-rata 3,7% per tahun.
Berdasarkan Buku Nota Keuangan Beserta RAPBN 2022, dikutip Senin (16/08/2021), disebutkan subsidi energi pada 2017 mencapai Rp 97,64 triliun terus meningkat dan pada 2020 mencapai sebesar Rp 108,84 triliun.
Sementara pada 2021 ini, subsidi energi diproyeksikan akan kembali mengalami peningkatan menjadi Rp 128,47 triliun.
"Dalam realisasi tahun 2020 dan outlook tahun 2021 tersebut telah ditampung kebijakan diskon listrik yang ditujukan untuk membantu daya beli masyarakat di masa pandemi Covid-19," bunyi nota keuangan tersebut, dikutip Senin (16/08/2021).
Subsidi energi yang digelontorkan setiap tahunnya terdiri dari subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg, dan subsidi listrik.
Pada periode tahun 2017-2020, realisasi subsidi energi ini dipengaruhi oleh perkembangan asumsi dasar ekonomi makro seperti asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kebijakan besaran subsidi tetap untuk minyak solar.
Adapun subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 direncanakan sebesar Rp 134,03 triliun, naik 4,3% dibandingkan outlook subsidi energi pada 2021 sebesar Rp 128,47 triliun.
Subsidi energi pada RAPBN 2022 tersebut direncanakan terdiri dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG tabung 3 kilo gram (kg) Rp 77,55 triliun dan subsidi listrik Rp 56,48 triliun.
Subsidi BBM pada RAPBN 2022 tersebut diperkirakan meningkat 15,9% bila dibandingkan dengan outlook APBN 2021 yang sebesar Rp 66,94 triliun. Sementara subsidi listrik pada RAPBN 2022 Rp 56,48 triliun itu diperkirakan lebih rendah 8,2% dibandingkan dengan outlook APBN 2021 yang sebesar Rp 61,53 triliun.
Pemerintah pun akan berupaya melanjutkan kebijakan transformasi secara bertahap atas skema pemberian subsidi. Agar subsidi semakin tepat sasaran, maka skema subsidi akan diubah, dari mulanya subsidi berbasis komoditas menjadi berbasis orang atau penerima manfaat.
Hal ini dipicu sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah saat menyalurkan subsidi.
Pertama, distribusi dari subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg masih bersifat terbuka. Kedua, belum optimalnya pengawasan terhadap penjualan barang bersubsidi.
Kemudian, adanya faktor eksternal dan situasi geopolitik internasional yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP), harga produk BBM (MOPS), harga produk LPG (CP Aramco), dan stabilitas nilai tukar rupiah.
"Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah akan berupaya melanjutkan kebijakan transformasi secara bertahap dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi berbasis orang/penerima manfaat," bunyi nota keuangan tersebut, dikutip Senin (16/08/2021).
"Kebijakan transformasi subsidi energi ini dilaksanakan dalam rangka menuju skema perlindungan sosial yang menyeluruh," lanjut pernyataan nota keuangan tersebut.
(wia)