Miris, RI Kaya Batu Bara tapi PLN Kritis!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
11 August 2021 12:30
Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kapal tongkang Batu Bara (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki cadangan terbukti batu bara hingga puluhan miliar ton, tepatnya 34,87 miliar ton hingga 2020, mengutip data BP Statistical Review 2021.

Jumlah cadangan ini membuat Indonesia berada di peringkat ketujuh sebagai pemilik cadangan batu bara terbesar dunia.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), status per Juli 2020, jumlah sumber daya batu bara RI bahkan mencapai 148,7 miliar ton dan cadangan 39,56 miliar ton.

Dari sisi produksi batu bara, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai produsen batu bara terbesar di dunia, setelah China dan India.

Berdasarkan sumber yang sama, yakni BP Statistical Review 2021, produksi batu bara RI pada 2020 mencapai 562,5 juta ton, di bawah China 3,9 miliar ton dan India 756,5 juta ton.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi produksi batu bara Indonesia pada 2020 mencapai 565,75 juta ton, di mana ekspor tercatat sebanyak 331,84 juta ton.

Adapun target produksi batu bara Indonesia pada 2021 ini mencapai 625 juta ton, meningkat dari rencana awal sebesar 550 juta ton.

Namun sayangnya, kekayaan batu bara ini tidak optimal dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri, terutama untuk pembangkit listrik di Tanah Air. Ironi, pembangkit listrik PT PLN (Persero) saat ini justru dalam kondisi kritis, karena menipisnya stok batu bara untuk pembangkit listrik perseroan.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, puluhan pemasok batu bara, tepatnya sebanyak 34 perusahaan batu bara, tidak memenuhi kewajiban pasokan batu bara sesuai kontrak dengan PT PLN (Persero) dan atau PT PLN Batubara periode 1 Januari-31 Juli 2021. Alhasil, kini pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PLN dalam kondisi kritis.

Hal tersebut diungkapkan Muhammad Wafid, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/08/2021).

"Konsentrasi kami adalah jaminan tersedianya kebutuhan batu bara untuk pembangkit PLN yang beberapa sudah kritis. Kami tidak mau ada listrik padam gara-gara tidak adanya pasokan batu bara," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/08/2021).

Dia mengungkapkan, berdasarkan laporan PLN, stok batu bara di beberapa PLTU bahkan kurang dari 10 hari.

"Ada kondisi beberapa PLTU kritis dengan ketersediaan < (kurang dari) 10 hari, sehingga harus segera diberi pasokan. Seperti itulah detailnya di PLN," ujarnya.

Kondisi ini lah yang mendasari Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM untuk melarang penjualan batu bara ke luar negeri bagi 34 perusahaan yang tidak memenuhi pasokan batu bara untuk domestik tersebut.

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengirimkan surat keputusan perihal "Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar Negeri" kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada 7 Agustus 2021.

Dalam surat tersebut lah, Dirjen Minerba meminta kepada ketiga unsur pemangku kepentingan tersebut untuk melakukan pembekuan Eksportir Terdaftar (ET) kepada 34 perusahaan batu bara tersebut.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami mohon kerja sama Saudara untuk melakukan pembekuan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan pelayanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk tujuan penjualan batu bara ke luar negeri sesuai dengan kewenangan Saudara kepada 34 perusahaan sebagaimana terlampir sampai dengan terpenuhinya kebutuhan batu bara sesuai kontrak penjualan sebagaimana dimaksud pada angka 3," isi bunyi surat tersebut.

CNBC Indonesia pun telah mengonfirmasikan hal ini kepada Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin, dan dirinya pun membenarkan adanya sanksi pelarangan ekspor batu bara kepada 34 perusahaan batu bara tersebut.

"Benar," jawab Ridwan kepada CNBC Indonesia, saat ditanya apa benar ada 34 perusahaan batu bara yang akan dikenakan sanksi pelarangan ekspor batu bara karena tidak memenuhi DMO dari Januari-Juli 2021.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021 telah menetapkan Keputusan Menteri ESDM No.139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.

Berdasarkan Kepmen ESDM tersebut, pemerintah mewajibkan produsen batu bara untuk menjual 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahunannya untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO).

Adapun aturan penjualan batu bara ke dalam negeri tersebut ditujukan untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri, serta untuk bahan baku atau bahan bakar untuk industri.

Hal ini berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian.

Adapun harga jual batu bara untuk DMO ditetapkan sebesar US$ 70 per ton.

Pada poin ke-4 Kepmen ESDM ini disebutkan adanya sanksi bila tidak memenuhi peraturan DMO 25% tersebut atau tidak memenuhi kontrak penjualan, yakni berupa pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri hingga denda dan atau kompensasi.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penambang Minta Perbaikan di Sisi Konsumen Batu Bara Domestik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular