
34 Perusahaan Batu Bara Dilarang Ekspor, Begini Imbasnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan sanksi berupa pelarangan ekspor kepada 34 perusahaan batu bara. Sanksi ini berlaku karena perusahaan-perusahaan itu tidak memenuhi kewajiban pemenuhan pasar domestik (Domestik Market Obligation/ DMO).
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No. 139.K/HK.02/MEM.B./2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri, yang ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021.
Penerapan sanksi ini karena 34 perusahaan itu karena tidak memenuhi kewajiban pasokan batu bara sesuai kontrak penjualan dengan PT PLN (Persero) dan atau PT PLN Batubara periode 1 Januari-31 Juli 2021.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) pun turut angkat suara terkait pelarangan ekspor bagi 34 perusahaan batu bara tersebut.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya memperkirakan akan ada penurunan ekspor batu bara setidaknya dalam kurun waktu tiga bulan ke depan.
"Kalau kita lihat kebijakan pelarangan ekspor bagi 34 perusahaan ini akan dicabut setelah memenuhi kewajiban DMO. Estimasi kami tiga bulan ini tercapai mereka (34 perusahaan) akan melaksanakan kewajibannya dalam waktu tidak lama," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (9/9/2021).
"Jika dihitung estimasi tiga bulan shortage ekspor bisa jadi sekitar 10 juta ton. Tentu berharap perusahaan bisa menyelesaikan kewajibannya. Karena dengan harga yang kuat saat ini kita perlu memaksimalkan penerimaan negara dari devisa ekspor," tambahnya.
Menurutnya, banyaknya perusahaan batu bara yang mangkir dari kewajibannya karena disparitas harga ekspor dan domestik yang sangat tinggi. Melihat harga batu bara global yang meroket mencapai di atas US$ 100 per ton, sementara harga di dalam negeri dibatasi maksimal hanya US$ 70 per ton, terutama untuk pembangkit listrik dan bahan baku industri.
Bahkan, pada perdagangan batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) akhir pekan lalu, harga batu bara berhasil mencetak rekor baru yakni US$ 156,95 per ton, naik 2,57% dibandingkan hari sebelumnya. Ini merupakan titik tertinggi sejak 2008.
"Dari anggota APBI terdapat empat perusahaan yang masuk daftar itu. Kami dapat informasi dari anggota APBI akan memberikan komitmen melaksanakan kewajibannya," ujarnya.
Hendra mengatakan, supaya masalah ini tidak terjadi lagi, perlu perbaikan secara struktural. Permasalahan disparitas harga ini tidak hanya dialami oleh produsen batu bara, tapi juga para pedagang (traders) yang memegang Izin Pengangkutan dan Penjualan Batu Bara.
"Selain itu perlu sinkronisasi juga dari user dalam hal ini PLN, perusahaan yang tidak komit ini kebanyakan memprioritaskan ekspor. Makanya perlu di dorong perbaikan dari user antara lain management procurement, administrasi dipercepat, permasalahan kapal angkut yang sudah, juga regulasi," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi! Target Produksi Batu Bara 2021 Naik Jadi 625 Juta Ton
