
Bos BRI Ungkap Penyebab Impor Pangan yang Terus Berulang

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sunarso mengkritik setiap kali kebijakan impor pangan, terutama beras yang selalu menjadi masalah klasik setiap tahun.
Hal ini, menurut Sunarso tak lain disebabkan oleh data statistik di sektor pertanian yang berbeda-beda dan harus diperbaiki. Dengan data statistik yang akurat, harusnya itu menjadi acuan bersama untuk mengambil kebijakan di sektor pertanian.
Selain itu, seluruh pemangku kepentingan yang terkait di sektor ini harus melakukan sinergi dan kolaborasi.
"Menyangkut sinergi dan kolaborasi, sudah barang tentu mengacu kepada seluruh stakeholder yang harus terlibat. Maka kemudian, dalam rangka menyusun strategi yang lebih sinergi, kolaboatif, mungkin pertama database harus benar dulu, statistik pertanian mesti dibenahi," kata Sunarso, di acara Food and Agriculture Summit, CNBC Indonesia, Senin (9/8/2021).
Ia menilai, kasus impor beras selalu terjadi setiap tahunnya karena ada perbedaan data di setiap lembaga yang menyediakan data pertanian.
"Terus saja berulang-ulang, kenapa karena setiap ngomong gak pakai data, beda-beda versi satu sama lain. Ujungnya yang disalahkan bank, gak bisa ekspor, pemimpon yang baik itu akan ambil kendali, player mentality, bukan victim mentality," bebernya.
Pertanian Digital
Pada kesempatan sama, Sunarso juga membeberkan, ketahanan pangan merupakan isu yang penting, sehingga dalam penyusunan kebijakan ke depan harus dilakukan dengan cermat.
"Mesti susun pembangunan pertanian, terutama pangan ke depan 100 tahun ke depan menginginkan manusia Indonesia seperti apa," ujarnya.
Sunarso berharap, ke depannya lahan pertanian sudah pasti akan terbatas dan semakin menyusut. Maka dari itu, pertanian digital yang presisi akan semakin berkembang ke depannya.
"Ke depan, bisa jadi pertanian kita tidak di ladang, pindah ke tabung-tabung, tangki-tangki. Sebagai contoh, untuk mengambil gula, tidak harus mengambil tebu, ambil genetiknya tebu, kita cangkokkan ke bakteri, diberi C02, dikasih H20, diberi sinar matahari di dalam tangki-tangki, kemudian mensintesa gula. Tidak sekarang, untuk generasi yang akan datang," ujarnya.
Dengan demikian, hal ini bisa mengatasi isu mengenai ketahanan pangan Indonesia yang selalu mengandalkan impor setiap tahunnya.
"Supaya kita gak dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, bolak balik itu saja persoalannya, kurang beras konsumen menjerit, kita impor. Impor butuh waktu tiga bulan, kemudian barang datang barengan pas panen, petani menjerit," jelasnya.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Digitalisasi Tak Terelakkan, BRI Kuatkan Ekosistem UMKM