Warning! Pakar: Ratusan Ribu Kasus Covid di RI tak Terdeteksi

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
08 August 2021 16:00
Unit Kristen TPU Tegal Alur, Jakarta Barat masih melayani pemakaman jenazah pasien Covid-19, Senin (1/2/2021). Sisah lahan yang tersedia untuk jenazah pasien Covid-19 di unit Kristen sudah sangat terbatas. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Administrator unit Kristen TPU Tegal Alur Haris Fadillah menjelaskan
Foto: Suasana pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan kalau situasi pandemiĀ Covid-19 di tanah air masih belum terkendali. Hal itu tercermin dari positivity rate Indonesia masih di atas 5%. Angka itu menunjukkan paparan virus corona penyebab Covid-19 sangat tinggi. Selain itu, mayoritas kasus infeksi juga tidak terdeteksi bahkan diperkirakan sekitar 1 juta kasus selama masa PPKM.

"Covid-19 di Jawa dan Bali sendiri situasinya masih serius setidaknya sampai awal September. Tren di Jawa dan Bali ini sudah masuk ke perdesaan dan tingkat kematian di desa meningkat 10 kali lipat," kata Dicky kepada CNBC Indonesia, Minggu (8/8/2021).

Bahkan, dengan kecenderungan masyarakat mengobati sendiri ketika menderita sakit telah berimbas pada potensi kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi semakin besar. Dicky menyebutkan potensi jumlah kasus infeksi bergejala dan tidak bergejala bisa mencapai 70%.

Sementara estimasi kasus infeksi berdasarkan basis data kematian, Dicky menyebutkan pada 5 Agustus 2021 ada 1.739 kematian. Berdasarkan penghitungannya, 21 hari sebelumnya atau 15 Juli ada potensi kasus mencapai 216.024 kasus. Pada tanggal tersebut, kasus tercatat 56.757 orang, artinya ada gap 159.267 kasus yang berpotensi tidak tercatat.

"Ini yang menjadi gapnya, dan kasus 216 ribu itu berkontribusi pada kematian 1.739 orang, karena ada kasus yang tidak terdeteksi itulah yang membuat tingginya kematian, karena keterlambatan dan yang lainnya," ujar dia.



Sementara, ketika 27 Juli angka kematian mencapai 2.069 kasus, maka kemungkinan ada sebanyak 257.018 kasus pada 6 juli 2021. Padahal di hari tersebut, kasus tercatat 31.189 orang. Artinya ada 225.829 kasus yang tidak terdeteksi.

"Dalam konteks Indonesia penurunan BOR di RS menjadi petanda yang baik dan harus direspons dengan program 3T dan tracing yang masif karena kasus infeksi sebagian besar ada di rumah dan pemukiman," kata Dicky.

Dengan kasus Covid-19 yang masih belum terkendali, ada dua hal yang bisa terjadi, yakni meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Dicky mengatakan angka kesakitan masih banyak yang tidak terdeteksi, sehingga angka kematian bisa lebih banyak dari sekarang.

"Kemudian yang paling dikhawatirkan adalah ketidakmampuan kita dalam mengendalikan penyebaran virus ini akan membuat potensi besar lahirnya varian baru yang made in Indonesia yang merugikan kita dan dunia," kata dia.

Staretegi utama saat ini menurutnya masih berupa 3T (testing, tracing, treatment), protokol kesehatan, dan vaksinasi yang masif di semua daerah secara konsisten dan merata baik di Jawa dan Luar Jawa. Penerapan PPKM, menurut dia, bersifat staretgi tambahan yang harus dipertimbangkan penempatannya dengan bijaksana.

"Penerapan PPKM itu ongkos sosial, ekonomi, politiknya besar dan konsekuensinya besar. Kalau diterapkan harus ada program menunjang, ini yang membuat PPKM kalau dilakukan harus ada insentif pada kelompok rawan. Ketika diberhentikan pengendalian harus tetap jalan seperti 3T, 3M, dan vaksinasi, dan ini masih menjadi PR," ujar Dicky.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Baru Sebut China Sudah Kaji Covid Sebelum Pandemi Meledak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular