Bikin Resah Negara Lain, Produk RI Ini Buat Pengusaha Happy!
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa negara semula ketakutan dengan barang produksi dari Indonesia, salah satunya India. Negara yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi itu semula mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk serat rayon atau viscose fiber asal Indonesia. Teranyar, keputusan itu dihentikan dan pelaku usaha pun kegirangan.
"Dengan lobi serta argumen data yang kuat dari pemerintah disertai dukungan dari para wakil dari produsen serat viscose dalam negeri, akhirnya otoritas India tidak mengabulkan permohonan sunset review BMAD viscose fiber yang diajukan industri dalam negerinya," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta dalam keterangan resmi, Jumat (6/8/21).
Pilihan Redaksi |
Sebelumnya, Pemerintah India sudah menerapkan BMAD viscose fiber asal Indonesia selama 11 tahun. Namun, Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India melalui Final Finding F. No. 7/03/2021 yang diterbitkan tanggal 31 Juli 2021 yang lalu merekomendasikan untuk tidak lagi mengenakan BMAD pada produk ini.
Kebijakan India dalam mengenakan BMAD pada produk serat rayon karena ada kekhawatiran produk dalam negerinya kalah saing dari produk Indonesia. Dorongan untuk mengenakan BMAD pun muncul dari industri dalam negerinya.
Padahal, kapasitas produksi viscose Indonesia pada dasarnya diprioritaskan untuk mensuplai kebutuhan dalam negeri yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Salah satu pabrikan, PT. Asia Pasific Rayon (APR) sedang meningkatkan kapasitasnya dari saat ini 240.000 ton per tahun menjadi 600.000/tahun di tahun 2023.
Mengamankan pasar ekspor juga penting, dimana total ekspor viscose fiber Indonesia setiap tahunnya sekitar USD 400 juta. India juga merupakan pasar yang sangat penting bagi viscose Indonesia, sehingga pembatalan BMAD ini akan sangat membantu produsen viscose fiber di Indonesia untuk mengamankan pasar ekspor.
"Kapasitas produksi pemintalan di India mencapai lebih dari 40 juta mata pintal atau 4 kali lipat dibandingkan Indonesia, sehingga kebutuhan viscose fibernya sangat besar," Direktur Keuangan PT. South Pacific Viscose (SPV).
(hoi/hoi)