RI Tak Lagi Kecanduan Dolar AS, Rupiah Siap Merdeka!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 August 2021 16:02
FILE PHOTO: A U.S. Dollar note is seen in this June 22, 2017 illustration photo.   REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) secara perlahan mulai ditinggalkan oleh beberapa negara dalam melakukan transaksi perdagangan dan investasi.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan lebih dari 90% perdagangan Indonesia dengan negara mitra, baik di kawasan Asia maupun luar Asia menggunakan dolar Amerika Serikat (USD).

"Dominasi USD sebagai settlement currency dalam transaksi perdagangan dan investasi menimbulkan ketergantungan tinggi terhadap USD di pasar valas domestik," jelas Erwin kepada CNBC Indonesia, Rabu (4/8/2021).

Sehingga, lanjut Erwin penggunaan dolar AS yang tinggi menyebabkan tingginya sensitivitas pergerakan rupiah terhadap global shock seperti pandemi saat ini.

Selain itu, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang berlebihan, kata Erwin berdampak negatif terhadap stabilitas harga atau inflasi dan dapat mengganggu kemampuan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban utang luar negeri atau perdagangan.

"Oleh karena itu, dalam rangka mencapai dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendorong pendalaman pasar keuangan non USD domestik, BI terus mengupayakan peningkatan penggunaan mata uang non-USD dalam transaksi perdagangan dan investasi dengan luar negeri," jelas Erwin.

Saat ini Indonesia sudah menjalin kerangka kerjasama local currency settlement (LCS) dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang. Sementara dengan China masih menunggu pemenuhan beberapa persyaratan oleh bank-bank ACCD yang ditunjuk.

Melalui LCS, kata Erwin tentu akan memberikan manfaat langsung kepada pelaku usaha. Pasalnya mata uang lokal, baik itu rupiah, ringgit, baht dan yen dapat digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan, investasi, dan income transfers, termasuk remitansi tanpa harus dikonversikan dahulu ke dollar.

"Biaya konversi rupiah ke dalam mata uang lokal lebih efisien karena menggunakan kuotasi harga secara langsung dan direct trading antara rupiah dengan mata uang negara mitra, tanpa perlu dilakukan cross rate terlebih dahulu ke dollar," jelas Erwin.

Selain itu, pengusaha juga akan bisa mendapatkan manfaat alternatif instrumen hedging dalam mata uang lokal, sehingga exposure risiko bisa di hegde dengan biaya yang lebih efisien.

Pengusaha juga, kata Erwin dapat memperluas akses pelaku usaha ke mata uang lain untuk membayar kewajiban dalam mata uang lokal, sehingga dapat mendiversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi. "Dapat menambah alternatif investasi selain dolar," ujar Erwin.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan ekonomi Indonesia sangat rentan akan pergerakan nilai tukar. Misalnya, ketika ekonomi sedang tumbuh tinggi, maka kebutuhan impor melonjak, maka mau tidak mau transaksinya harus menggunakan dolar.

Oleh karena itu, inisiasi BI mendorong LCS, kata Josua dapat membantu pengusaha untuk mengurangi ketergantungan dolar.

Pasalnya, jika semua importir dan eksportir menggunakan dollar akan membuat tekanan dan belum lagi di pasar keuangan global akan bergejolak. Jika bergejolak akan membuat permintaan terhadap dolar meningkat dan rupiah semakin melemah.

"Kalau (dolar) dikurangi akan signifikan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan nilai tukar mata uang di masing-masing negara mitra," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Pun, kata Josua dengan transaksi melalui LCS ini bisa meredam resiko inflasi dan lebih stabil ke depannya. "Tinggal memperkuat komitmen dengan negara mitra. Terbesar masih di China dan jika bisa diperluas, maka bisa mengurangi ketergantungan akan dollar," jelas Josua.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ekonom Bank BCA David Sumual. Setidaknya BI bisa lebih tenang dalam menjaga nilai tukar seandainya ketergantungan akan dolar AS bisa dikurangi. "Inisiatif LCS ini sangat positif untuk menghindari gejolak," ujarnya.

Meskipun perlu sosialisasi lebih luas lagi kepada kalangan dunia usaha dalam penggunaan mata uang selain dolar AS.

"Dari sisi implementasi banyak kesulitan di lapangan karena pengusaha belum terbiasa mata uang masing-masing dalam ekspor impor, perlu ada edukasi dan sosialisasi BI dan perbankan ke pengusaha," terang David.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI & China Sepakat Mulai Tinggalkan Dolar AS Bulan Ini!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular