Potensi Cuan di Pertanian Rp1.000 T, Tapi ada Banyak Masalah

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
04 August 2021 17:05
Petani memanen buah timun suri di Kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Rabu (21/4/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Petani memanen buah timun suri di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Rabu (21/4/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - CEO Widodo Makmur Perkasa Tumiyana mengungkapkan sektor pertanian memiliki potensi cuan yang begitu besar. Hal itu diungkapkan Tumiyana dalam Food & Agriculture Summit CNBC Indonesia, Rabu (4/8/2021).

"Kita punya matahari 12 bulan, punya hujan 6-7 bulan, harga komoditas dunia naik 78%. Jadi selayaknya kita kolaborasi untuk meningkatkan produksi. Paling tidak turn over di tahun ini mencapai Rp 1.040 triliun, menurut forecast 2 tahun ke depan mencapai Rp 1.324 triliun," katanya.

Oleh karena itu, menurut Tumiyana, kolaborasi ini penting untuk meningkatkan industri pertanian. Bagaimana dari sektor pertanian bisa mensuplai kebutuhan peternakan regional, sehingga efisiensi biaya produksi bisa terbentuk.

Namun sayangnya, untuk mencapai hal itu, masih ada beberapa permasalahan di industri pertanian. Faktornya banyak, mulai dari biaya produksi yang mahal hingga penyerapan produk ke pasar yang masih kurang.



Dewan Pakar Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor Muhammad Firdaus mengatakan, ada lima hal persoalan pertanian yang harus diseriusi ke depan.

"Pertama pengembangan jenis pangan yang beragam. Implementasi praktis saat ini alokasi anggaran kadang terlalu banyak ke karbohidrat, untuk protein masih kurang terlalu banyak," ujarnya dalam forum yang sama.

Lalu keseriusan daya saing bukan hanya jumlah produksi, atau yang disebut dengan sirkular ekonomi yang masih kurang terintegerasi. Juga menjamin pengembalian atau earning dari petani.

"Masalah pengembalian earningg petani ini juga membuat kalangan milenial enggan masuk ke sektor pertanian. Kalau satu hektare hanya menghasilkan pendapatan Rp 3 juta per bulan. Contohnya petani cabai 8 ton per hektare net incomenya Rp 3 juta. Hanya 10% dari total petani cabai yang dapat memproduksi 20 ton per hektare itu net incomenya Rp 20 juta, sehingga pengembalian pendapatan ini perlu dijamin," katanya.

Firdaus juga bicara mengenai pertanian presisi di mana penting melakukan pengujian tanah untuk mendapatkan hasil yang bisa diperhitungkan. Selain itu akses pasar dari para petani juga harus diperhatikan karena jika produksi digenjot tapi tidak ada yang menyerap petani akan rugi.

"Marketnya harus diketahui, kita harus seriusi ini harus tahu dipasarkan ke mana," jelasnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Widodo Makmur Perkasa Ungkap Potensi Besar Bisnis Unggas

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular