Internasional

Ekonomi Korut Susut, Kontraksi Terbesar dalam 23 Tahun

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
30 July 2021 15:05
In this photo provided by the North Korean government, North Korean leader Kim Jong Un claps his hands at the ruling party congress in Pyongyang, North Korean, Sunday, Jan. 10, 2021. Kim was given a new title, “general secretary” of the ruling Workers’ Party, formerly held by his late father and grandfather, state media reported Monday, Jan. 11, in what appears to a symbolic move aimed at bolstering his authority amid growing economic challenges. Independent journalists were not given access to cover the event depicted in this image distributed by the North Korean government. The content of this image is as provided and cannot be independently verified. Korean language watermark on image as provided by source reads:
Foto: Pemimpin Tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong Un (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - EkonomiĀ Korea Utara (Korut) mengalami kontraksi terbesar dalam 23 tahun pada tahun 2020. Hal ini disampaikan oleh Bank sentral Korea Selatan (Korsel), Bank of Korea (BOK).

Dilansir dari Reuters, BOK mengatakan produk domestik bruto (PDB) Korut mengalami kontraksi 4,5% tahun lalu secara riil, menjadi PDB terburuk sejak 1997. Ini juga membalikkan pertumbuhan 0,4% pada 2019, ekspansi pertama dalam tiga tahun terakhir.

Sanksi PBB yang berkelanjutan menjadi penyebab. belum lagi tindakan lockdown terkait Covid-19 dan cuaca buruk di negeri Kim Jong Un tersebut.

"Seiring dengan sanksi PBB yang terus berlanjut, tindakan penguncian Korut untuk memerangi pandemi virus corona ... dan kondisi cuaca yang memburuk seperti hujan lebat dan topan adalah pendorong utama kontraksi," kata seorang pejabat BOK kepada wartawan pada Jumat (30/7/2021).

"Aturan Covid-19 Korut termasuk blokade perbatasan, karantina 30 hari bagi mereka yang menunjukkan gejala (Covid-19), larangan perjalanan domestik dan pembatasan masuk ke Pyongyang," kata pejabat itu, menambahkan aturan tersebut ini sangat berdampak pada industri manufaktur dan sektor jasa Korut.

Rincian data BOK menunjukkan output industri, yang menyumbang 28% dari ekonomi Korut, turun 5,9%. Sementara output dari pertanian, kehutanan dan perikanan turun 7,6%.

Sektor jasa, yang menyumbang sepertiga dari ekonomi, juga menyusut 4,0%. Sementara itu, volume perdagangan internasional Korut anjlok 73,4% menjadi US$ 0,86 miliar tahun lalu.

Ini akibat ekspor barang-barang yang tidak dikenai sanksi seperti jam tangan dan wig diperkirakan masing-masing turun 86,3% dan 92,7%. Semua terimbas saat diberlakukannya lockdown.

"Volume perdagangan yang mengambil sekitar 21,9% dari PDB pada 2016 ... berkurang tajam menjadi 2,9% pada 2020 setelah dampak penguncian Covid-19 menambah sanksi ekonomi," kata pejabat BOK.

Perkiraan data ekonomi Korut oleh BOK dianggap paling dapat diandalkan saat ini. Karena negara yang sengaja menutup diri dari dunia itu tidak mengungkapkan statistik apapun terkait perekonomiannya.

Sebuah sumber pemerintah Korsel juga mengatakan Korut sedang menghadapi krisis ekonomi terburuknya sejak kelaparan tahun 1990-an yang menewaskan sebanyak 3 juta orang.

Hingga kini Korut belum mengkonfirmasi kasus Covid-19 apapun secara resmi. Sementara pada Juni lalu, Kim mengatakan Korut sedang berjuang dengan situasi pangan yang goyang, pandemi Covid-19, dan bencana alam topan tahun lalu.

Korut juga menutup perbatasan dan menghentikan perdagangan dengan China, jalur kehidupan ekonomi terbesarnya, setelah pandemi meledak di seluruh dunia.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, Korut 'Diserang' Patah Hati Berjamaah karena Kim Jong Un

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular