Internasional

Cara Bhutan Sukses Tangani Covid & Vaksin 90% Warga Seminggu

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
28 July 2021 11:10
Ilustrasi bendera Bhutan. (Dok: Freepik)
Foto: Tiger's Nest di Bhutan pada Jumat, 30 April 2010 (AP Photo/Manish Swarup)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat negara lain mengalami lonjakan kasus di Asia Selatan, Bhutan tampaknya menjadi negara dengan kasus Covid-19 paling minim. Hingga kini hanya ada dua kasus kematian akibat virus corona di negara tersebut.

Data Worldometers per Rabu (28/7/2021) menunjukkan Bhutan memiliki 237 kasus aktif dan total 2.489 kasus infeksi Covid-19. Sebanyak 2.250 kasus pasien berhasil sembuh.

Penanganan pandemi Covid-19 di Bhutan dapat dikatakan termasuk yang terbaik. Bahkan kini Bhutan berhasil memvaksinasi 90% orang dewasa hanya dalam kurun waktu seminggu.

Lalu apa yang dilakukan negara kecil ini sehingga bisa mengelola pandemi dengan baik?

Halaman 2>>

Kebijakan yang dilakukan Bhutan saat pandemi menawarkan banyak pelajaran bagi negara lain. Tak pernah dijajah membuat rakyat Bhutan mampu untuk menanggung kesulitan dan berkorban di mana ketahanan jadi inti dari identitas nasional mereka.

Bhutan memegang teguh pentingnya kepemimpinan yang penuh perhatian. Di mana menjadi kebutuhan untuk memastikan bahwa orang memiliki cukup persediaan dan sarana keuangan untuk mengikuti panduan kesehatan masyarakat, serta pemahaman bersama bahwa individu dan masyarakat harus berkorban untuk melindungi kesejahteraan masyarakat.

Ketahanan juga jadi kata kunci saat virus corona mulai menyebar di Bhutan awal tahun lalu. Pada saat itu, Bhutan tampak seperti sasaran 'empuk' pandemi.

Negara ini hanya memiliki 337 dokter untuk populasi sekitar 760.000, serta satu dari dokter yang memiliki pelatihan lanjutan dalam perawatan kritis. Ini kurang dari setengah rasio dokter dan manusia yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sementaha Bhutan juga hanya memiliki hampir 3.000 petugas kesehatan dan satu mesin PCR untuk menguji sampel virus. Dengan PDB per kapita US$ 3.412, Bhutan tentu masuk dalam daftar negara-negara kurang berkembang di PBB.

Namun sejak peringatan pertama, Bhutan bergerak dengan cepat dan cerdik, tindakannya berakar kuat pada ilmu pengetahuan terkini.

Sekitar tengah malam pada tanggal 6 Maret 2020, Bhutan mengkonfirmasi kasus pertama Covid-19, yakni seorang turis Amerika berusia 76 tahun. Enam jam dan 18 menit kemudian, sekitar 300 kemungkinan kontak erat, telah dilacak dan dikarantina.

Pada Maret, pemerintah Bhutan juga mulai mengeluarkan pembaruan harian yang jelas dan ringkas serta berbagi nomor saluran bantuan.

Mereka melarang turis masuk, menutup sekolah dan lembaga publik, menutup pusat kebugaran dan bioskop, memulai jam kerja yang fleksibel. Mereka juga tanpa henti menyerukan penggunaan masker, kebersihan tangan, dan jarak sosial.

Pada 11 Maret, WHO terlambat menganggap Covid-19 sebagai pandemi. Lima hari kemudian, Bhutan melembagakan karantina wajib untuk semua orang Bhutan dengan kemungkinan terpapar virus, termasuk ribuan ekspatriat yang naik pesawat sewaan kembali ke Bhutan, dan menanggung setiap aspek, seperti akomodasi gratis dan makanan di hotel tingkat turis.

Kebijakan ini mengisolasi semua kasus positif, bahkan yang tidak menunjukkan gejala, di fasilitas medis. Sehingga gejala awal dapat segera diobati, dan memberikan konseling psikologis bagi mereka yang berada di karantina dan isolasi.

Bhutan kemudian melangkah lebih jauh. Pada akhir Maret tahun lalu, pejabat kesehatan memperpanjang karantina wajib dari 14 hari menjadi 21 hari hingga hari ini. Waktu karantina yang seminggu penuh lebih lama dari yang direkomendasikan WHO ini memiliki alasan tersendiri.

Pemerintah Bhutan menanggap karantina 14 hari menyisakan sekitar 11% kemungkinan bahwa, setelah dibebaskan, seseorang masih dapat menginkubasi infeksi dan akhirnya menjadi menular. Rejimen pengujian ekstensif Bhutan untuk orang-orang yang dikarantina

Bersamaan dengan respons kesehatan masyarakat yang ketat ini, muncul gelombang belas kasih sipil dari setiap lapisan masyarakat. Pada April, Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck meluncurkan dana bantuan yang sejauh ini telah membagikan US$ 19 juta bantuan keuangan kepada lebih dari 34.000 orang Bhutan yang mata pencahariannya terguncang oleh pandemi.

Pemerintah membuat pendaftaran di seluruh negeri untuk warga yang rentan. Pemerintah juga telah mengirim paket perawatan yang berisi pembersih tangan, vitamin, dan barang-barang lainnya ke lebih dari 51.000 orang Bhutan di atas usia 60 tahun.

Ibu Suri juga memberikan pidato yang jujur kepada negara tersebut. Ia menyerukan otoritas untuk memastikan layanan untuk kesehatan seksual dan reproduksi, perawatan kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak serta layanan untuk kekerasan berbasis gender, yang dianggap "penting".

Ribuan orang mendaftar juga untuk meninggalkan rumah dan keluarga mereka untuk waktu yang lama demi bergabung dengan korps nasional sukarelawan berseragam oranye yang dikenal sebagai DeSuung.

Komunitas monastik Bhutan, sangat berpengaruh dalam budaya Buddhis dan sebagian besar masih tradisional, tidak hanya secara tegas memperkuat pesan kesehatan masyarakat tetapi juga berdoa setiap hari untuk kesejahteraan semua orang selama krisis, bukan hanya orang Bhutan.

Halaman 2>>>

Setelah melewati berbagai krisis akibat pandemi, kini Bhutan semakin maju. Kementerian kesehatan mengatakan kerajaan Himalaya ini telah memvaksinasi 90% dari populasi orang dewasa yang memenuhi syarat hanya dalam waktu tujuh hari, setelah menerima vaksin melalui sumbangan asing.

Dilansir dari Aljazeera, negara kecil yang terjepit di antara India dan China dan rumah bagi hampir 800.000 orang, mulai memberikan dosis kedua pada 20 Juli 2021 lalu.

Bhutan dengan cepat menggunakan sebagian besar dari 550.000 vaksin AstraZeneca yang disumbangkan oleh India pada akhir Maret dan awal April untuk suntikan pertama sebelum negara tetangga itu menghentikan ekspor karena lonjakan infeksi lokal yang besar.

Dihadapkan dengan kesenjangan waktu yang semakin besar antara dosis pertama dan kedua, Bhutan meluncurkan permohonan sumbangan. Setengah juta dosis Moderna disumbangkan oleh Amerika Serikat melalui program COVAX, dan 250.000 suntikan AstraZeneca lainnya dari Denmark tiba pada pertengahan Juli.

Lebih dari 150.000 suntikan AstraZeneca, Pfizer dan Sinopharm juga diharapkan tiba di negara Asia Selatan berpenduduk 770.000 orang dari Kroasia, Bulgaria, China dan negara-negara lain.

Sementara itu, pemerintah telah membeli 200.000 dosis Pfizer yang diharapkan akan dikirimkan akhir tahun ini.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular