Sayonara! Tanah Abang Sunyi Ditinggal Pedagang, Ini Sebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pedagang yang berjualan di pasar Tanah Abang satu persatu harus gulung tikar. Pembatasan sosial hingga menurunnya jumlah pembeli membuat pedagang kehilangan omset besar.
Apalagi, ada perbedaan tren pasar antara sebelum dan setelah pandemi Covid-19, yakni serapan pasar sudah meninggalkan pakaian formal, sehingga pedagang banyak bangkrut.
"Pernah waktu 2020 sempat booming baju-baju harian atau rumahan, seperti kaos oblong. Untuk perempuan bahan rayon yang nyaman dipakai di rumah, atau daster. Kasihan yang memproduksi gaun-gaun pesta atau kemeja untuk kantoran," kata Tokoh Pedagang Pasar Tanah Abang Yasril Umar Selasa (27/7/21).
Pilihan Redaksi |
Kondisi itu terus berlanjut hingga kini, alhasil banyak pedagang yang berjualan pakaian oblong sepi pembeli. Namun, bukan berarti pedagang kaos oblong yang dulu ramai pembeli kini diuntungkan. Saat ini, banyak masyarakat menahan pembelian di luar kebutuhan pokok karena penurunan daya beli.
"Jadi jumlah pedagang makin menurun, mungkin sekitar setengahnya lagi. Apalagi orang melek teknologi, berdampak juga ke pasar fisik dan juga kemarin dengan ditutup Tanah Abang selama tiga bulan di 2020 kemarin, terpaksa pedagang pasarkan lewat online. Yang sudah nyaman online nggak butuh lagi kios pasarnya," lanjutnya.
Banyak pedagang online yang tidak lagi membutuhkan kios berjualan. Sementara di sisi lain banyak pedagang yang sudah terbiasa dengan sistem tradisional di pasar sudah kehilangan modal. Kondisi itu membuat permintaan terhadap sewa kios menjadi ambruk.
"Blok G banyak pasar di bawahnya sembako, sayur dari dulu belum begitu hidup, sementara blok F ada yang sekarang disewa Rp 20 sampai Rp 30 juta per tahun. Padahal normalnya dulu sampai Rp 100 juta, Rp 90 juta atau paling tidak Rp 80 juta, jadi minimal separuhnya bisa jadi jatuh," sebut Yasril.
(hoi/hoi)