Curhat Luhut: Mau Bikin Industri Baterai, Tapi Ditekan Asing

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Jumat, 23/07/2021 10:35 WIB
Foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan Saat Konferensi Pers Tindak Lanjut terkait Perkembangan Terkini Penerapan PPKM. (Tangkapan Layar Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia bercita-cita menjadi pemain baterai lithium kelas dunia. Bukan tanpa alasan, sumber daya mineral melimpah di Tanah Air menjadi pemicunya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton Ni (nikel). Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni.

Nikel merupakan salah satu logam mineral yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai bertenaga tinggi untuk kendaraan listrik.


Namun ternyata, untuk mewujudkan cita-cita ini bukan lah perkara mudah, selain terkait keterbatasan modal, ternyata Indonesia juga mengalami tekanan dari pihak asing.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut mengungkapkan, program pengembangan baterai lithium di Tanah Air telah memberikan efek gentar kepada negara-negara lain.

Hal itu diungkapkan Luhut dalam konferensi pers peningkatan produk dalam negeri pada sektor pendidikan, Kamis (22/7/2021).

Mulanya, Eks Kepala Kantor Staf Presiden itu menyatakan kalau pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan komposisi produk dalam negeri. Tidak hanya di sektor pendidikan semata, melainkan juga di sektor-sektor lain.

"Ya haruslah, bukan ada kemungkinan, ya harus. Kita kan harus bisa mandiri saya katakan. Bukan mandiri artinya kita menutup diri tapi kita juga harus bisa memenuhi kebutuhan minimal kita. Jadi kita jangan sampai tergantung kepada negara lain," ujar Luhut.

Ia mencontohkan kejadian yang dialami pemerintah beberapa waktu lalu. Saat India lockdown, Indonesia kesulitan lantaran tidak bisa mengimpor paracetamol.

"Jadi sekarang kita nggak maulah. Saya pikir melangkah ini di bidang pendidikan, di bidang industri, di bidang kesehatan, di bidang apa saja, yang kita bisa buat dalam negeri. Kan anak-anak bangsa ini hebat-hebat. Ya manakala masih ada yang kurang sana sini, awal-awalnya saya kira biasa. Orang di luar negeri itu pun sama," kata Luhut.

Politikus senior Partai Golkar itu pun sampai pada kesimpulan kalau tidak ada negara maju yang ingin melihat negara berkembang naik kelas.

"Itu saya kira rumus benar itu. Jadi kita sendiri yang harus memajukan diri. Jadi kalau berharap negara-negara maju supaya membimbing kita menjadi negara maju itu nggak akan pernah kejadian," ujar Luhut.

"Sekarang aja kita misalnya lithium battery. Dikatakan karena kita sudah bangun, kita sudah mulai ditekan-tekan. Kenapa nggak dikasihkan ke luar. Kan kita yang punya raw material. Ya kapan kita mau menikmatinya rakyat Indonesia. Kapan ini ngembangin teknologinya, kok di mereka aja, jadi value added itu kan nilainya jauh lebih tinggi bisa 10 kali dari pada di hulunya," lanjutnya.

Seperti diketahui, raksasa mobil listrik asal Amerika Serikat Tesla, kemarin, Kamis (22/07/2021) baru saja mencapai kesepakatan dengan perusahaan pertambangan Inggris-Australia BHP untuk menyediakan pasokan nikel untuk Tesla.

Padahal, Indonesia sejak awal tahun ini secara gencar mendekati Tesla untuk berinvestasi baterai hingga kendaraan listrik di negara ini.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Bahlil Ungkap "Titah" Prabowo