
Batu Bara Pecah Rekor, Begini Update Proyek Gasifikasi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara saat ini bisa dikatakan sedang "menggila". Bahkan, Harga Batu Bara Acuan (HBA) bulan Juli 2021 mampu pecah rekor menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir, yakni mencapai US$ 115,35 per ton.
Tak berhenti di situ, kemarin, Senin (05/07/2021) harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) bahkan tercatat US$ 137,75 per ton, berada di titik tertinggi setidaknya sejak 2008.
Di tengah lonjakan harga batu bara ini, bagaimana kabar proyek hilirisasi batu bara RI melalui proyek Dimethyl Ether (DME)? Adakah perusahaan batu bara selain PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sudah menunjukkan progres di proyek hilirisasi batu bara ini?
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, selain PTBA ada beberapa perusahaan batu bara yang juga minat menggarap proyek hilir.
"Terkait dengan progres hilirisasi, selain PT Bukit Asam, terdapat beberapa perusahaan yang sudah dan siap melakukan hilirisasi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (06/07/2021).
Perusahaan lain yang dimaksud diantaranya PT Megah Energi Khatulistiwa dengan produk semi kokas untuk keperluan smelter. Kemudian, PT Thriveni yang melakukan peningkatan mutu batu bara (coal upgrading).
"Dan PT Kaltim Prima Coal, serta PT Arutmin Indonesia yang akan mengolah batu bara menjadi metanol untuk bahan baku industri," paparnya.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan negara di tengah tren kenaikan harga batu bara, Kementerian ESDM telah menetapkan peningkatan target produksi batu bara tahun ini, yakni dari mulanya 550 juta ton menjadi 625 juta ton.
"Mengingat pasokan dalam negeri sudah dialokasikan sesuai dengan kebutuhan, maka kenaikan produksi ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dari ekspor," kata Jatmiko.
Seperti diketahui, HBA Juli 2021 ditetapkan sebesar US$ 115,35 per ton, naik hampir 15% dari HBA Juni 2021 US$ 100,33 per ton. Berdasarkan data Kementerian ESDM, HBA di bulan Juli 2021 ini menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir, tepatnya November 2011 yang mencapai US$ 116,65 per ton.
Harga komoditas batu bara terus melambung hingga menyentuh rekor terbaru. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 137,75 per ton, tertinggi setidaknya sejak 2008.
Berdasarkan riset CNBCÂ Indonesia, harga baru bara menjalani reli yang seolah tanpa henti. Dalam sepekan terakhir, harga melonjak 10,39% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, kenaikannya mencapai 22,6%.
Ternyata, sekarang giliran permintaan batu bara yang melonjak di Eropa. European Energy Exchange mencatat pembangkitan listrik oleh pembangkit batu bara di Jerman naik 5% pada minggu lalu dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 4.318 MWh. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, bahkan terjadi lonjakan 99%.
Pada Mei 2021, Refinitiv melaporkan impor batu bara Jerman adalah 1,02 juta ton. Melesat 47,86% dibandingkan bulan sebelumnya dan 92,31% dari periode yang sama pada 2020.
Peningkatan permintaan listrik tidak lepas dari geliat sektor manufaktur Negeri Panser. IHS Markit mengumumkan aktivitas manufaktur Jerman yang diukur oleh Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 65,1 pada Juni 2021. Naik dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar 64,4.
Kenaikan PMI manufaktur ini didorong oleh peningkatan produksi (output), terutama barang setengah jadi. Dunia usaha menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan yang meningkat pesat.
Permintaan baru (new orders) juga tumbuh positif. Hasilnya, lapangan kerja semakin tercipta karena kebutuhan untuk meningkatkan produksi. Bulan lalu, pertumbuhan penciptaan lapangan kerja menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2050 Konsumsi Batu Bara Dunia Diramal Anjlok 90%, Gimana RI?
