Internasional

Ekonomi China Meroket, Ini Sumber Cuan Baru Negeri Xi Jinping

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
05 July 2021 12:05
People walk past a large video screen outside a shopping mall showing Chinese President Xi Jinping speaking during an event to commemorate the 100th anniversary of China's Communist Party at Tiananmen Square in Beijing, Thursday, July 1, 2021. China's ruling Communist Party is marking the 100th anniversary of its founding with speeches and grand displays intended to showcase economic progress and social stability to justify its iron grip on political power. (AP Photo/Andy Wong)
Foto: Orang-orang berjalan melewati layar video besar di luar pusat perbelanjaan yang memperlihatkan Presiden China Xi Jinping berbicara dalam sebuah acara untuk memperingati 100 tahun Partai Komunis China di Lapangan Tiananmen di Beijing, Kamis, 1 Juli 2021. (AP/Andy Wong)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian China merupakan salah satu perekonomian yang tumbuh cepat pasca pandemi. Pada kuartal pertama tahun 2021 (Q1 2021), ekonomi Negeri Tirai Bambu dilaporkan meroket 18,3% bila dibandingkan kuartal yang sama pada tahun 2020.

Dalam kenaikan ini, analis mulai membuat beberapa proyeksi baru soal karakteristik perbelanjaan China yang juga ikut menaikkan ekonomi dengan cukup pesat. Sebuah laporan yang dirilis Bain & Company menyebut bahwa dalam pemulihan ini, warga China lebih memilih produk lokal sementara masyarakat di kota-kota kecil lebih banyak berbelanja.

"Merek-merek China, dibantu oleh rantai pasokan lokal mereka yang kuat, bereaksi lebih cepat terhadap pergeseran sentimen konsumen dan menangkap lebih banyak pertumbuhan volume dengan menurunkan [harga jual rata-rata]," kata laporan itu dikutip CNBC International Senin (5/7/2021).

Laporan itu juga menunjukkan data volume penjualan merek asing di China tahun lalu turun 4,1%, sementara harga jual rata-rata naik 1%. Bain menyebut penurunan ini juga terjadi karena ketegangan geopolitik antara China dengan negara-negara lain.

Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah yang dialami merek pakaian Swedia H&M yang mendapat reaksi keras di China pada bulan Maret atas komentar yang muncul tentang kekhawatiran perusahaan itu atas dugaan kerja paksa di wilayah Xinjiang. Penjualan H&M di China, mengutip BBC, turun 23% dalam mata uang lokal untuk kuartal kedua tahun 2021, dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu.

Mengenai masyarakat perkotaan kecil, laporan menyebut belanja di kota-kota itu telah naik. Barang-barang konsumen (FMCG) mengalami peningkatan yang cukup tinggi.

"Semakin kecil kota, semakin cepat pertumbuhan pengeluaran FMCG pada 2020," kata laporan itu, mengacu pada pengeluaran untuk kategori barang konsumsi yang mencakup makanan kemasan, jus, dan barang-barang perawatan pribadi.

"Karena penduduk kota-kota yang lebih kecil biasanya jarang bepergian, mereka tidak terlalu terpengaruh oleh wabah Covid-19. Volume pembelian setiap rumah tangga terus tumbuh relatif terisolasi dari gangguan Covid-19."

Lebih lanjut, Bain menyebut bahwa warga China saat ini lebih sensitif terhadap harga setelah pemerintah China melakukan promosi-promosi khusus pada Mei lalu.

"Secara keseluruhan, orang mau belanja. Itu sebabnya volumenya naik," kata analais Bain Bruno Lannes. "Mereka sedikit lebih sensitif terhadap harga daripada sebelumnya."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mr Xi Jinping Mau Buat Hajatan Gede-gedean, Ada Apa Nih?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular