Ini Alasan RI Atur Perdagangan Kripto Sebagai Komoditi

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
29 June 2021 14:19
Area pabrik kertas di Quebec, Kanada 'disulap' menjadi pusat penambangan mata uang kripto (cryptocurrency) di tengah tren Bitcoin. (dok. REUTERS/Christinne Muschi)
Foto: REUTERS/Christinne Muschi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti) Indrasari Wisnu Wardhana mengungkapkan urgensi pembentukan bursa komoditi aset kripto. Faktor keamanan menjadi hal utama yang dipertimbangkan untuk mengatur perdagangan komoditas kripto.

"Awalnya begitu aset kripto berkembang, diadakan rapat tingkat Menko Perekonomian. Membahas siapa yang akan mengatur dan diatur seperti apa. Karena ditenggarai adanya transaksi yang ilegal," kata Wisnu dalam Rapat Dengar Pendapat, dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (29/6/2021).

"Pada saat itu ada laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) pernah terjadi transaksi narkotika dengan aset kripto. Kemudian dari BIN menyatakan hal yang sama, sehingga diputuskan ini harus diatur. Kalau tidak diatur akan banyak disalahgunakan," katanya.

Selain itu dalam kasus yang beredar saat ini banyak pedagang aset kripto ini membawa lari uang nasabah. ini juga yang menjadi perhatian Bappebti, supaya investor di dalam negeri bisa terjamin keamanannya karena ada penjaminan keamanan uang nasabah, melalui lembaga kliring.

"Yang bawa lari itu pedagang sebenarnya. Pedagang itu membawa aset nasabah jadi itu bukan exchange. Dia sebenarnya adalah trader atau pedagang yang menamakan exchange. makanya dibutuhkan pengaturan," jelasnya.

Dia menegaskan aset kripto ini tidak bisa dijadikan alat pembayaran di Indonesia. Satu-satunya alat tukar yang sah adalah rupiah sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dimana dari UU Mata Uang menyatakan bahwa Rupiah adalah satu-satunya mata uang yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dilakukan pada wilayah NKRI.

Asal tahu saja , perdagangan aset kripto terus meningkat pesat. Pada 2020 jumlah transaksi perdagangan kripto sebesar Rp 64,97 triliun, sementara pada 2021 khususnya pada Januari - Mei meningkat menjadi RP 370,4 triliun.

Wisnu menjelaskan salah satu faktor kripto masuk dalam kategori komoditas, karena sifat volatilitasnya.

"Kripto ini memang sedang menjadi hype di milenial. Kenapa jadi komoditi karena sifat volatilitas yang tinggi, katakana emas tahun lalu naik tinggi kemarin turun, sama dengan kripto. Sehingga kalau mau investasi harus pelajari komoditi itu dulu," katanya.

Seperti aset kripto yang sudah memiliki banyak jenis, seperti Bitcoin, Ethereum, juga Lite Coin. Indrasari menjelaskan tiap koin memiliki volatilitas yang berbeda.

"Aset kripto ini tokennya banyak diperdagangkan. Katakan Bitcoin ini tinggi volatilitas, sedangkan Ethereum dan Lite Coin lebih terkendali. Namun untuk jangka panjang Bitcoin akan selalu lebih menguntungkan, karena tidak pernah jatuh ke level terendah tahun sebelumnya," katanya.

"Tapi kalau melihat jangka pendek juga harus berhati-hati karena jika beli saat harga tinggi harus segera lepas saat ada kenaikan sedikit. Nah sifat milenial ini masih suka nunggu harga naik lagi, sehingga mereka terlambat melepas," katanya.

Makanya penting untuk melakukan literasi dan edukasi terhadap aset kripto ini, menurutnya. Tapi perlu di ingat investasi memang tidak akan selalu untung, tapi bagaimana investor harus tahu mengelola resiko kerugian itu.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Investasi Bodong Menggila, Bappebti Harus Seperti OJK?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular