Di Depan Jokowi, BPK Ungkap 'Dosa' Penanganan Covid-19

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
25 June 2021 12:55
Ketum PBSI, Agung Firman Sampurna, mengungkap China memberi dukungan atas kemalangan tim Indonesia di All England 2021. ( Foto: dok.PBSI)
Foto: Agung Firman Sampurna (Foto: Dokumentasi PBSI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada hari ini menyerahkan laporan hasil pemeriksaan LKPP dan IHPS II Semester II-2020 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan.

Di depan Jokowi, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menegaskan bahwa LKPP 2020 memang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Namun, ada beberapa hal perlu menjadi perhatian lebih.

"Terdapat hal yang masih perlu mendapatkan perhatian yaitu sejumlah permasalahan yang diungkap di dalam LHP LKPP 2020 yang mencakup ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan," kata Agung, Jumat (25/6/2021).

Salah satu yang menjadi fokus utama adalah masalah yang terkait dengan program penanganan Covid-19. BPK menemukan adanya realisasi insentif dan fasilitas pajak yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.

"Realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PCPEN tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai dengan ketentuan," jelasnya.

BPK juga mencatat penyaluran belanja kebutuhan sosial seperti subsidi, KUR, hingga pra kerja belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program. Sehingga terdapat sia dana kegiatan yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.

"Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun dalam rangka PCPEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal penerima akhir investasi," jelasnya.

Otoritas pemeriksa keuangan juga mendapati pemerintah belum mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PCPEN tahun 2020 sebagai sisa dana SBN PCPEN yang akan dilanjutkan untuk kegiatan di 2021.

BPK pun menemukan persoalan yang ada di luar program PCPEN. Seperti pelaporan sejumlah transaksi pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara minimal 21,57 triliun dan US% 8,26 juta.

"Serta kewajiban negara minimal Rp 16,59 triliun sesuai basis akuntansi aktual serta piutang kadaluarsa belum diyakini kewajarannya sebesar Rp 1,75 triliun," katanya.

Bahkan, otoritas pemeriksa keuangan juga mendapati penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja di luar program PCPEN pada 80 kementerian lembaga minimal Rp 15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dianggap Tak Wajar BPK, Berapa Nilai Helikopter Uang Jokowi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular