Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memperpanjang diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 100% hingga Agustus 2021.
Keputusan perpanjangan PPnBM ini pun mendapat kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya kebijakan ini berbenturan dengan rencana pemerintah yang akan menetapkan pajak untuk barang sembako.
Rencana pengenaan pajak sembako ini tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar dan diterima CNBC Indonesia.
Kebijakan ini dianggap hanya menguntungkan kelompok orang kaya saja dan justru membuat masyarakat miskin semakin susah. Sebab, adanya pajak untuk barang sembako akan membuat harga-harga semakin mahal.
Adapun diskon ini berlaku untuk mobil berkapasitas silinder 1.500 cc dengan tingkat komponen dalam negeri minimal 70%. Aturan diskon sebelumnya ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.20 Tahun 2021 tentang PPnBM Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
Diketahui, dalam PMK tersebut diskon untuk pajak mobil diberikan dalam tiga periode yakni PPnBM 0% Maret-Mei, PPnBM 50% Juni-Agustus dan PPnBM 25% September-Desember.
Saat ini untuk PPnBM 0% diperpanjang hingga Agustus. Selanjutnya, periode untuk diskon PPnBM DTP 50% digeser menjadi bulan Desember 2021.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyebutkan kebijakan ini diperpanjang karena terbukti berhasil meningkatkan penjualan mobil. Ini juga bagus untuk mendorong pemulihan ekonomi Nasional.
Pada Maret awal diberlakukan diskon PPnBM ini sudah ada kenaikan penjualan mobil baru hingga 28,85%. Bahkan para April 2021, lonjakan penjualan mencapai 227%, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
"Industri otomotif menjadi salah satu penggerak perekonomian yang pertumbuhannya harus dipercepat, karena melibatkan pelaku usaha lokal dalam rantai produksi mulai hulu ke hilir," jelas Agus dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (14/6/2021).
Komisi XI DPR RI mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait dengan rencana Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Terutama pengenaan PPN untuk produk sembako.
Anggota komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Kamrussamad menilai langkah ini dinilai sangat tidak tepat dan seharusnya tidak perlu disampaikan pemerintah sebagai rencana kebijakan. Sebab, ini dinilai akan menyusahkan masyarakat terutama kelompok bawah.
Di satu sisi pemerintah justru memberikan relaksasi bagi orang kaya yang membeli mobil baru melalui diskon PPnBM.
"Beberapa bulan lalu kita bebaskan pajak PPnBM yang notabene nya adalah kelas menengah dan hari ini kita memberlakukan pajak sembako, ini sangat ironis dan menurut kita hal-hal seperti ini sangat tidak tepat untuk diwacanakan, apalagi menjadi sebuah usulan pemerintah. Diwacanakan saja tidak tepat, apalagi menjadi usulan," ujarnya di ruang rapat komisi XI, Kamis (10/6/2021).
Menanggapi hal ini, Sri Mulyani menegaskan untuk tidak mengaitkan PPN dan PPnBM. Sebab, PPnBM ditetapkan pemerintah untuk mendorong geliat sektor otomotif. Sedangkan PPN masih belum dibahas dan belum tentu juga akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Tidak betul dibentur-benturin seolah-olah PPnBM untuk mobil diberikan dan sembako dipajaki, itu kan teknik hoax yang bagus banget memang. Jadi kita perlu untuk menyeimbangkan," jelasnya.
Oleh karenanya, ia meminta para dewan untuk bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat terutama di daerah dapil masing-masing bahwa saat ini fokus pemerintah adalah pada pemulihan ekonomi.
"Jadi tolong disampaikan pada para konstituen, masyarakat, fokus kita sekarang pemulihan ekonomi. APBN kita berikan untuk membantu masyarakat survive, bayar Covid, bayar vaksin, bayar isolasi mandiri, bayar perawatan, bayar UMKM, bayar anak-anak sekolah, internet, segala macam kita berikan dan segala pajak tentu kita relaksasi," kata dia.
Bendahara negara ini juga menegaskan dan meyakinkan bahwa pemerintah tidak akan membuat satu kebijakan pun tanpa koordinasi dengan DPR terutama terkait perpajakan. Jadi, ia memastikan apa yang beredar di masyarakat tidak lengkap.
"Jadi saya ingin sampaikan, nggak mungkin pemerintah lakukan policy kebijakan tanpa diskusikan dengan DPR. Nggak mungkin, jangankan pajak yang PPN, cukai pun kita harus diskusikan dengan bapak dan ibu sekalian," tegasnya.