
Demi Genjot Setoran, Mending Kejar BLBI Ketimbang Tax Amnesty

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah memutuskan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pembentukan satgas tersebut tertuang di dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 April lalu. Satgas ini akan bertugas untuk menagih dan memproses jaminan agar menjadi aset negara.
Kendati demikian hingga saat ini, publik belum mengetahui seperti apa progress yang telah dicapai oleh satgas BLBI tersebut.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan seharusnya satgas BLBI bisa memberikan informasi mengenai bagaimana kejelasan dari BLBI ini.
"Seperti misalnya berapa bantuan likuiditas yang diberikan, berapa yang kemudian diterima oleh bank, berapa yang kemudian diterima oleh bank, berapa yang sebenarnya terhitung sebagai utang," jelas Yusuf kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (28/5/2021).
Informasi tersebut, kata Yusuf masih relatif kurang jelas, sehingga seharusnya informasi publik mengenai perkembangan penyelidikan yang tengah dilakukan oleh satgas BLBI.
"Saya kira juga perlu ada timeline yang jelas mengenai apa sasaran target yang ingin dicapai oleh satgas BLBI ini, misalnya di tahun depan sudah ada kejelasan obligor yang mengambil keuntungan dari BLBI misalnya," kata Yusuf melanjutkan.
Bila utang tersebut bisa dikejar, maka tambahan ke penerimaan negara sangat besar. Pemerintah rasanya tak perlu lagi menjalankan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang dirasa hanya menguntungkan pengemplang pajak.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute, Wahyu Nuryanto menilai kebijakan ini akan menimbulkan rasa ketidakadilan atau kasihan bagi masyarakat yang sudah ikut dalam program jilid pertama.
"Dengan mengeluarkan kebijakan tax amnesty, pemerintah memberi pesan yang kurang baik bagi wajib pajak yang berusaha mematuhi kewajibannya," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, tax amnesty hanyalah jalan pintas untuk mengerek penerimaan negara yang lebih besar agar defisit anggaran kembali di bawah 3% di tahun 2023.
Namun, ia merasa bahwa ini bukan langkah yang tepat. Sebab, tax amnesty jilid kedua ini akan menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintah, terutama yang selama ini sudah taat membayarkan kewajiban perpajakannya.
Menurunnya kepercayaan publik akan sangat berpengaruh pada tingkat kepatuhan pajak. Bisa saja kepatuhan masyarakat yang selama ini taat membayar makin turun.
Belum lagi, pada saat tax amnesty jilid pertama, Pemerintah menyebutkan bahwa program pengampunan bagi 'pengemplang pajak' ini hanya akan dilakukan sekali seumur hidup dan tidak akan terjadi lagi. Ini dinilai akan sangat mengecewakan publik.
"Tax amnesty juga menimbulkan dampak lain. Terutama pada kredibilitas pemerintah yang sebelumnya sudah mengatakan tidak akan kembali memberi ampunan pajak," jelasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Capek-capek Taat Pajak, Ehh Pengemplang Dikasih Tax Amnesty!