
Ini Rencana RI Pensiunkan PLTU, dari Titah Jokowi, Luhut-PLN

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengharamkan usulan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Akan tetapi, untuk rencana pembangunan PLTU yang sudah terlanjur memasuki tahap kepastian pendanaan (financial closing) atau proses konstruksi masih tetap bisa dilanjutkan. Setelah itu, pembangunan pembangkit listrik akan difokuskan untuk energi baru terbarukan (EBT).
Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan arahan Presiden Jokowi tersebut terlontar dalam Rapat Terbatas 11 Mei 2021 lalu.
Untuk mengikuti arahan tersebut, maka di dalam RUPTL tahun 2021-2030 yang tengah disusun saat ini, usulan pembangunan PLTU baru akan ditiadakan.
"Kalaupun ada proyek-proyek di RUPTL, itu berarti meneruskan yang sudah terlanjur ada, dan berstatus konstruksi dan minimal financial close," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).
Menurutnya, porsi pembangkit EBT pada RUPTL 2021-2030 juga akan meningkat dibandingkan dengan RUPTL 2019-2028. Di dalam RUPTL 2019-2028 yang saat ini berlaku, porsi pembangkit EBT sebesar 30% dan pembangkit fosil 70%.
Porsi ini menurutnya akan diubah menjadi 48% pembangkit EBT dan 52% pembangkit fosil dalam RUPTL 2021-2030 yang tengah disusun.
"Sekarang susun RUPTL yang lebih hijau dengan porsi pembangkit 48% EBT dan 52% fosil. Besok porsi EBT jadi lebih besar dengan bangga dan rendah hati RUPTL ini lebih hijau, pro lingkungan," jelasnya.
Sampai dengan tahun 2025 mendatang pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23%. Di sektor kelistrikan menurutnya ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mengejar target tersebut.
Pertama, mendahulukan pembangkit EBT yang paling murah sehingga tidak terlalu berpengaruh pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP). Kedua, mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Teknologi makin mature, berkembang maka akan manfaatkan lebih masif dengan memanfaatkan luas permukaan air," tuturnya.
Ketiga, PLTU Cofiring didorong dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Keempat, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dievaluasi agar target mulai beroperasi (Commercial Operation Date/COD) lebih realistis.
"Program dedieselisasi dengan pembangkit EBT pembangkit yang tersebar di pelosok nusantara, 5.200 unit ada 2 Giga Watt kecil-kecil memang tapi ini dampak ke BPP, kita konversi ke pembangkit EBT," ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan energi fosil saat ini menjadi musuh bersama dunia.
Merespons hal ini, pemerintah Indonesia menurutnya juga berencana akan mempensiunkan PLTU batu bara yang ada saat ini dan menggantinya dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.
"Sekarang ini fossil energy jadi musuh bersama (dunia). Bertahap, pemerintah juga mau pensiunkan power plant batu bara," ujarnya dalam acara 'Indonesia Investment Forum 2021' secara virtual, Kamis (27/5/2021).
Dia mengatakan, banyaknya negara meninggalkan proyek PLTU ini juga ditandai dengan banyaknya lembaga keuangan dunia atau perbankan yang tidak lagi mau mendanai pembangunan berbasis energi fosil.
"Kenapa itu terjadi? Karena pemanasan global sekarang membuat bumi makin panas. Jadi kalau naik saja sampai 1,5 derajat, itu akan punya dampak yang tidak bagus," jelasnya.
Lebih lanjut Luhut mengatakan, dengan pensiunnya PLTU, maka pemerintah bakal membuka kesempatan bagi investor untuk berinvestasi di bidang EBT. Investasi di sektor ini pun digadang-gadang menjadi salah satu fokus pemerintah dalam memulihkan perekonomian nasional.
PT PLN (Persero) menyebut penghentian operasional PLTU menjadi langkah dalam menuju netral karbon (carbon neutral) pada tahun 2060 mendatang.
Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN menyampaikan PLN akan mulai menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025 mendatang.
"Kami bangun time line, yakni 2025-2030 sudah haramkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada replacement (penggantian) PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).
Selanjutnya, PLN menargetkan akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap I dengan kapasitas mencapai 1 GW pada 2030.
"Di 2030 retirement (pensiun) subcritical tahap pertama 1 GW," imbuhnya.
Lalu, mempensiunkan PLTU Subcritical tahap II dengan kapasitas 9 GW pada 2035. Dan pada 2040 ditargetkan bisa mempensiunkan PLTU Supercritical sebesar 10 GW.
Sementara PLTU Ultra Supercritical tahap I ditargetkan bisa dipensiunkan pada 2045 sebesar 24 GW dan PLTU Ultra Supercritical terakhir sebesar 5 GW bisa dipensiunkan pada 2055.
"Retirement PLTU Ultra Supercritical secara bertahap bisa dilaksanakan dari 2045-2056, dan pada akhirnya bisa mencapai carbon neutral pada 2060," ujarnya.
Dia mengatakan, untuk menggantikan PLTU berbasis batu bara yang bisa menopang beban dasar (base load), salah satu caranya yaitu membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis baterai.
Darmawan menjelaskan, biaya yang dibutuhkan untuk membangun PLTS berbasis baterai lithium ion atau feronikel harganya terus turun, saat ini biayanya berkisar pada 4 sen dolar per kilo Watt hour (kWh) ditambah baterai sekitar 13 sen dolar per kWh. Sehingga biaya listrik dari PLTS berbasis baterai saat ini sekitar 17-18 sen dolar per kWh.
Namun, menurutnya sudah ada inovasi PLTS baru dengan biaya lebih murah, yakni dengan teknologi baterai berbasis redox dari vanadium atau cerium.
Biaya pembangkitan listrik bisa 2,5-3 sen dolar per kWh, lalu ditambah biaya baterai berbasis aliran redox 3,5 sen dolar per kWh, sehingga total biaya hanya 6-7 sen dolar per kWh.
"Sehingga, 2025-2026 diharapkan ada pembangkit listrik berbasis EBT base load masuk. Tapi PLN perlu dukungan, nggak bisa dilakukan PLN sendiri," ujarnya.
Dia menjelaskan, produksi energi nasional per hari ini 300 Tera Watt hours (TWh). Lalu, pada beberapa tahun mendatang diperkirakan ada tambahan 120 TWh dari proyek PLTU 35 GW.
Adapun proyeksi produksi energi pada 2060 mencapai 1.800 TWh, sehingga ada kebutuhan tambahan produksi sekitar 1.380 TWh. Kebutuhan tambahan produksi listrik itu akan diusahakan diisi dengan pembangkit listrik berbasis EBT.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kiamat Batu Bara Mendekat, 3 PLTU Batu Bara Segera Disetop!
