Utak-Atik Pajak ala Jokowi, Demi Genjot Setoran Negara

Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
20 May 2021 08:15
Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengambil langkah besar untuk menggenjot penerimaan negara yang tertekan ketika pandemi covid-19. Pajak menjadi salah satu instrumen yang diutak-atik agar mendapatkan hasil optimal.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hal ini masuk dalam revisi Undang-undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan tata cara perpajakan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirimkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar RUU segera dibahas.

Dalam RUU tersebut, banyak komponen yang akan dibahas. Di antaranya pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. PPh badan telah diturunkan sebelumnya menjadi 20% sesuai Perppu No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Sementara PPh orang pribadi masih berlaku aturan lama, yaitu sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Airlangga memungkinkan adanya perubahan.

Dalam aturan lama ada empat lapisan tarif pajak penghasilan yang disusun. Pertama, penghasilan sampai dengan Rp 50 juta/tahun dikenakan PPh sebesar 5%. Kedua, penghasilan di atas Rp 50 juta-Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif PPh sebesar 15%.

Ketiga, penghasilan di atas Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenakan tarif PPh sebesar 25% dan keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta dikenakan tarif PPh sebesar 30%.

Komponen lain yang turut dibahas dengan DPR adalah pajak penjualan atas barang mewah, cukai, pajak karbon serta pengampunan pajak alias tax amnesty.

Tax amnesty jilid II sebelumnya ramai karena menjadi wacana oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa. Ini dianggap salah satu program yang bisa meningkatkan penerimaan pajak di masa pandemi Covid-19. Tax amnesty jilid II juga dikatakan berbeda dengan jilid I.

Airlangga juga menyebutkan soal Good Services Tax (GST) alias Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebelumnya pemerintah tengah mematangkan rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan dengan skema multitarif. Akan ada perbedaan antara barang mewah yang bukan.

"Jadi ada beberapa hal yang dibahas tentu ini hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR," ungkap Airlangga dalam konferensi pers, Rabu (19/5/2021)


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PPKM Dianggap Membawa Perbaikan di Jakarta, Jawa, dan Bali

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular