Pengetatan Mudik Efektif? Ini Analisis Profesor NTU Singapura

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
23 April 2021 19:21
Aktivitas Penumpang di Terminal Kalideres Jakarta, Jumat (23/4/2021). Terminal Bus Kalideres masih berjalan normal, menyusul adanya Surat Edara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 Tetang pengetatan mudik, Jumat, (23/4/2021). Sebelumnya surat edaran itu mengatur pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik atau pada 22 April - 5 Mei 2021 dan H+7 peniadaan mudik 18 Mei - 24 Mei 2021.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas penumpang di Terminal Bus Kalideres, Jakarta, Jumat (23/4/2021). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menerapkan pengendalian transportasi di masa sebelum, selama, dan sesudah pelarangan mudik Idulfitri tahun ini. Penerapan itu tertuang dalam Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 tentang Peniadaan Mudik Idul Fitri dan Upaya Pengendalian Covid-19 Selama Bulan Ramadhan beserta adendumnya.

Khusus untuk pengendalian di masa pelarangan mudik, telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Guru Besar Bidang Sosiologi Bencana di Universitas Teknologi Nanyang Singapura Prof Sulfikar Amir menilai kebijakan pelarangan mudik yang dirilis pemerintah perlu diapresiasi. Sebab, ada kemajuan dibandingkan tahun lalu yang tidak konsisten. Prof Sulfikar menilai perpanjangan masa larangan mudik pun sudah tepat. Ini mengingat risiko penularan Covid-19 akan tinggi jika mobilitas antarkota dibiarkan khususnya dengan masuknya varian dari India.

"Apakah bisa efektif? Mungkin tidak akan 100% efektif karena kapasitas pemerintah mengendalikan arus mudik juga terbatas. Dan tentu masyarakat yang mau mudik pasti bisa menemukan "jalan tikus"," katanya Prof Sulfikar kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Jumat (23/4/2021).



Oleh karena itu, dia menilai pemerintah perlu terus menerus memberi peringatan, selain tentu sanksi bagi pelanggar larangan mudik. Sanksi itu harus tegas dan tanpa pandang bulu.

Pemerintah, menurut Prof Sulfikar, juga harus satu suara dari pusat ke daerah agar terlihat konsistensi kebijakan. Jangan sampai, lanjut dia, pemerintah pusat melarang, sementara provinsi membolehkan.

"Dan para pejabat pemerintah juga harus konsekuen dengan pesan mereka. Jangan sampai larangan mudik ini justru dilanggar oleh pejabat-pejabat pemerintah, khususnya bapak presiden dan jajarannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Prof Sulfikar mengemukakan Indonesia belum aman dari pandemi Covid-19. Jumlah kasus harian Covid-19 masih tinggi walaupun relatif menurun sebulan terakhir.

"Kurva ini bisa naik dengan cepat kalau pembatasan mobilitas tidak dilakukan dengan ketat. Bahkan saya sarankan pelarangan mudik ini dilanjutkan pascalebaran sampai jumlah kasus benar-benar terkendali," kata Prof Sulfikar.

"Kita harus belajar dari apa yang terjadi di India. Ketika lengah sedikit, varian-varian baru virus corona akan menyebar dengan kecepatan tinggi."


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye THR! Sektor Ini Berdarah-darah karena Mudik Dilarang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular