Bisnis Restoran Kiat Sekarat, Tunggu Napas Bantuan Pemerintah

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
08 April 2021 12:30
Petugas membersihkan meja makanan di Restoran di Kawasan Benhil, Jakarta, Selasa 6/4. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta ingin pemerintah meningkatkan kapasitas jumlah pengunjung yang bisa makan di tempat alias dine in di tempat makan menjadi 75 persen saat masa buka bersama (bukber) puasa sepanjang Ramadan. Saat ini, kapasitas pengunjung dine in hanya boleh 50 persen. Kebijakan ini diterapkan karena pemerintah masih melangsungkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Terkait hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya mengatakan belum ada perubahan aturan terkait kapasitas jam operasional restoran saat momen buka puasa bersama seperti dikutip CNN Indonesia. Namun, pemerintah tetap membuka masukan dari pengusaha. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Gumilar Ekalaya juga mengatakan pihaknya tidak melarang pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama (bukber) di restoran atau rumah makan di masa pandemi Covid-19. Menurut Gumilar, waktu pelaksanaan kegiatan bukber tidak melanggar ketentuan dalam PPKM Mikro. Meski tidak melarang, Gumilar mengingatkan kegiatan buka bersama harus tetap menerapkan protokol kesehatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Restoran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha hotel dan restoran mengaku sudah sangat sulit arus kasnya (cashflow) sehingga sangat butuh dukungan pemerintah.

Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bidang Restoran, Emil Arifin mengaku telah mendengar bahwa nilai dana hibah untuk industri pariwisata bakal lebih besar dibanding tahun lalu. Pernyataan tersebut terkait dengan rencana pemerintah yang bakal memberikan dana hibah untuk industri pariwisata, utamanya di hotel dan restoran.

Menurutnya, hingga kini baru sebatas pembicaraan dengan PHRI, belum mengarah kepada pembahasan petunjuk pelaksanaan (jutlak) apalagi pencairan dana. Ketika nanti dananya cair, menurutnya belum tentu semua pengusaha restoran bakal kembali menjalankan operasionalnya.

"Tergantung besarannya, besar apa nggak yang didapat. Karena saat ini cashflow minus, jika tidak bisa menutup sulit juga. Atau setidaknya mendekati BEP (breakeven point), baru mungkin bisa," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/4/21).

Dia mengaku masih ada kesulitan untuk mendapat omset besar karena masyarakat yang takut untuk pergi ke restoran. Selain itu, pembatasan sosial dengan aturan kapasitas dan jam tutup lebih cepat juga disebut menjadi penyebab. Emil berharap aturan kapasitas maksimal sebesar 50% mulai dihilangkan, atau bisa mengubahnya ke 75% terlebih dahulu.

"Atau kalau Pemerintah takut ke 75% dulu lah. Begitu buka puasa sampai jam 8 kan ramai. Jangan ramai jam jam 9 tutup itu kan sibuk banget ngurusin itu. Mungkin jam 12 lah," katanya.

Selain restoran, hotel pun sama. Namun diharapkan ada sebagian masyarakat yang menjadikan hotel sebagai ajang silaturahim dan reuni dalam berbuka puasa. Momen ini bisa menjadi penghidupan kembali bagi sektor ini. Ketika ada pelarangan, maka sulit kembali untuk berkembang.

"Hotel mereka kadang-kadang bikin acara untuk solat jamaah tarawih sampai lebih dari jam 9, ada khotbahnya acaranya kan bisa jam 10, itu diberikan kelonggaran. Jangan jam 9 lagi," katanya.


(yun/yun)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wisata Mulai Dibuka, Pengusaha Hotel Tak Langsung Gairah!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular