
Kisah UMKM di Bali yang Berdarah-darah Dihajar Pandemi

Denpasar, CNBC Indonesia - Pandemi berdampak pada semua lini bisnis salah satunya yang berhubungan dengan pariwisata. Lesunya pariwisata ini dirasakan oleh UMKM di Bali, yang merupakan tujuan pariwisata di Indonesia.
Krisna Oleh-oleh Bali, sebagai salah satu pusat oleh-oleh terbesar di Bali membagikan kisahnya dalam kelas vokasi yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Bali. Pemilik Krisna Oleh-Oleh Bali, I Gusti Ngurah Anom atau lebih dikenal dengan sapaan Ajik Krisna harus rela menutup seluruh cabang Krisna Oleh-Oleh Bali sejak Maret lalu.
Kabar baiknya, usahanya tersebut akhirnya bisa beroperasi lagi pada Senin 22 Juni 2020. Hal tersebut membuatnya harus memutar otak mencari inovasi sebagai sumber penghasilan baru lainnya untuk menutupi biaya operasional yang harus tetap dibayarkan.
"Semua pengusaha terpukul akibat pandemi, apalagi saya membawahi 2.500 karyawan, dari situ saya berpikir bagaimana harus bangkit nggak boleh nyerah, saya bawa nama Bali dan saya punya 475 UMKM," ujarnya di The Anvaya Beach Resort Bali, Selasa (6/4/2021).
Dia menuturkan sempat memilih berkebun dan diakuinya ternyata banyak inspirasi yang didapatkan. Mulai dari panen kacang, produksi, hingga launching yang ternyata dalam waktu seminggu penjualannya mencatat angka yang bagus.
"Ini menjadi kesempatan, mulai timbul semangat lagi, terakhir saya launching Deli Krisna Bakery, karena enak dan saya juga turun langsung ke lapangan, saya targetkan sehari 100 kotak aja udah bagus tapi ternyata bisa sampai 300 kotak sehari dan 500 kotak di hari jumat, sabtu, minggu," paparnya.
Selain harus bisa berinovasi, pelaku usaha juga harus bisa jeli melihat peluang. Hal ini disampaikan oleh Founder dan President Director Sababay Winery, Mulyati Gozali. Sejak awal, Mulyati melakukan analisa dan berbagai riset terlebih dahulu saat akan memulai bisnisnya hingga akhirnya melihat peluang ketika pergi ke daerah perkebunan anggur di kawasan Banjar, Grogak, Buleleng. Di sana, dia melihat para petani yang sedang panen namun tidak memetik anggurnya.
"Dari situ kita pikir lagi, anggurnya mau bikin apa? Kita jual fresh hanya 24 jam sementara Bali panas sekali sehingga mudah layu, oh minuman, lalu minuman apa? Ada banyak minuman, jus, tapi murah sekali, kadang-kadang keliru mana jus asli buah mana yang engga," tuturnya.
"Jadi di Bali banyak minuman wine, berapa sih kebutuhan wine di Bali? 20 liter, terus lokalnya mana? Cuma 10%, kalau begitu kita bisa berbisnis di local, mulailah saya mengurus perizinan," imbuhnya.
Hal inilah yang membuat Mulyati membuka kilang anggur pada 2010 dan diberi nama Sababay. Sekitar 80 hektar kebun milik para petani di daerah Buleleng tersebut yang menjadi pemasoknya. Selain menjadi ladang bisnis yang sukses bagi Sababay, para petani pun bisa hidup lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Transformasi Penjualan Online
Sementara, pemilik brand besar di Bali seperti Bali Alus dan Pie Susu Dhian mengaku merambah bisnis online demi bertahan akibat dampak pandemi covid-19 yang membuat penjualan turun tajam.
Founder Bali Alus, Ni Kadek Eka Citrawati mengatakan platform digital menjadi tulang punggung penjualan produk kosmetik dan perawatan tubuh miliknya di masa pandemi. Dengan beralih ke penjualan online yang dibantu berbagai promosi yang gencar ia lakukan di media sosial, penjualan Bali Alus terselamatkan dari yang semula minus, perlahan mulai seimbang hingga mengalami peningkatan.
Tidak hanya itu, pegawai yang semula membantu pemasaran di gerai-gerai offline pun tetap bisa serta terhindar dari pemutusan hubungan kerja (PHK). "Salah satunya cara ya kita harus jualan, yang masih bisa dilakukan, di online mau tidak mau kita harus ke online," jelasnya.
"Jadi saya sekarang lebih banyak buka pasar untuk reseller, drop shipper, membantu sekali penjualan kita," tambahnya.
Adapun, hal yang sama juga dilakukan Pie Susu Dhian yang merupakan salah satu pie susu yang telah dikenal masyarakat. Mengandalkan reseller, bisnis ini akhirnya bisa bertahan saat pandemi.
"Kami punya inovasi dalam pemasaran, karena dengan tidak adanya pariwisata di Bali otomatis menurunkan penjualan kami, di sanalah kami menambah para reseller untuk keras lagi berjualan melalui onlinenya, agar kami tetap bisa berproduksi karena kami sempat stuck 2 bulan tidak berproduksi," ujar Manager Operasional Pie Susu Dhian, I Gede Sidharta.
Berbeda dengan para pelaku usaha sebelumnya, PT Victoria Care Indonesia justru membukukan kinerja yang memuaskan sepanjang tahun 2020. Direktur Utama Victoria Care Indonesia, Billy Hartono Salim mengatakan kinerja perseroan tersebut melebihi target awal yang bertumbuh 30%. Target tersebut dapat tercapai karena perusahaan terus berinovasi menghadirkan produk yang dibutuhkan pasar di masa pandemic covid-19.
"Kita di perusahaan ini ada budaya 3S (smart, speed dan simple) ini sangat berpengaruh sekali di masa pandemi ini kita lakukan inovasi dengan kecepatan yang tinggi tapi juga dengan perhitungan yang luar biasa jadi kita berhasil melaunching produk hand sanitizer, desinfektan, toilet seat clean, banyak hal produk-produk yang related dengan kesehatan yang memang diperlukan di masa pandemi ini dan itu berkontribusi secara total penjualan 12% sehingga menunjang pertumbuhan kita di tahun-tahun sebelumnya," Ucap Billy.
Sebagai informasi, Kelas vokasi bertema "Buka Mata Vokasi Pariwisata" yang digelar Direktorat Mitras Dudi Kementerian Kebudayaan RI di Bali menghadirkan para pembicara yang berasal dari pemilik usaha di Bali yang sukses menjalankan bisnisnya.
Kepada para peserta UMKM dan generasi vokasi yang hadir, pembicara tersebut membagikan inovasi dan strategi yang mereka lakukan agar bisnisnya tetap bisa bertahan di masa pandemik Covid-19.
(yun/yun)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Karaoke Bangkit dari 'Kubur', Langsung Dihantam Pajak