Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi melarang mudik atau pulang kampung pada hari raya Idul Fitri tahun 2021. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan menekan risiko dan potensi tingkat infeksi Covid-19 di Tanah Air.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan angka penularan dan kematian Covid-19 masih tinggi terutama pasca libur panjang. Hal inilah yang melatarbelakangi diambilnya keputusan tersebut.
Kebijakan melarang mudik lebaran ini, menurut Muhadjir, diambil sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2021. Kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Kepolisian saja tetapi juga bagi para pegawai swasta.
Namun menteri PMK menegaskan bahwa meski aktivitas mudik ditiadakan cuti bersama tetap ada.
"Mekanisme pergerakan orang dan barang akan diatur kementerian dan lembaga terkait. Untuk kegiatan keagamaan dalam rangka menyambut Ramadan akan diatur Kemenag, dan berkonsultasi dengan organisasi keagamaan," kata Muhadjir.
Kebijakan melarang mudik lebaran ini, menurut Muhadjir, diambil sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2021. Kebijakan berupa larangan mudik ini tentu saja memiliki dampak bagi perekonomian.
Dalam riset terbarunya, Bahana Sekuritas menyebutkan bahwa implikasi makro kebijakan ini berupa potensi penurunan output perekonomian pada kuartal kedua. Bahana meramal PDB Indonesia per kuartal untuk tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy) bakal tumbuh sebesar -0,85%, 7,82%, 5,93%, and 4,57%.
Jika diambil periode setahun penuh maka PDB Indonesia diperkirakan bakal tumbuh 4,3% (yoy) tahun ini. Larangan mudik dapat menyebabkan penurunan PDB pada kuartal kedua walau kemungkinan masih di atas 7%.
Namun sebenarnya ada sisi positif yang lebih kuat dari kemajuan vaksinasi, yang mungkin menyebabkan peningkatan yang sangat cepat dalam mobilitas masyarakat dan kepercayaan konsumen di masa depan.
Pemulihan mobilitas dan konsumsi saat ini telah terjadi di luar Jawa, dan pertumbuhan PDB yang paling lambat terjadi di Jakarta (mobilitas ritel -27% pada 20 Maret, dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi).
PDB Jakarta menyumbang 20% dari total output Indonesia. Pembatasan mudik dapat membuat orang enggan bepergian keluar masuk Jakarta tetapi tidak akan membuat orang takut untuk makan di luar dan berbelanja, mengingat perkembangan Covid-19 yang cukup menggembirakan baru-baru ini.
Ekonomi boleh diramal tumbuh 7% bahkan 8% di kuartal kedua tahun ini. Namun apabila dilihat secara sektoralnya, pertumbuhan tidak terjadi secara seragam. Ada beberapa sektor yang dirugikan akibat kebijakan 'no mudik 2021'. Namun ada juga yang mendulang untung.
Kalau pada kuartal kedua tahun lalu hampir semua sektor mengalami pertumbuhan negatif akibat adanya pengetatan mobilitas, perkembangan vaksinasi Covid-19 di Tanah Air memberikan angin segar bagi sektor-sektor tersebut.
Setidaknya ada 7 sektor perekonomian yang mencatatkan kontraksi pada kuartal kedua tahun lalu. Paling parah adalah sektor transportasi serta akomodasi makan dan minum yang minusnya besar.
Untuk tahun ini, sektor transportasi masih belum bisa diharapkan dengan larangan mudik. Angkutan udara berpotensi masih jadi yang paling tertekan. Sementara untuk akomodasi makan dan minum berpeluang membaik.
Lagipula yang biasanya mudik adalah masyarakat di ibu kota seperti DKI Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Ketika masyarakat metropolitan dilarang keluar kota ada kemungkinan mereka akan cenderung memanfaatkan momentum ini untuk berekreasi di dalam kota.
Sementara itu sektor yang masih akan terdongkrak adalah jasa informasi dan komunikasi, di mana silaturahmi tatap muka akan pindah menjadi silaturahmi virtual lewat berbagai platform.
Untuk sektor pengolahan berpeluang membaik seiring dengan kenaikan angka indeks manajer pembelian (PMI) yang mulai ekspansif. Stimulus fiskal berupa DP nol persen dan relaksasi PPnBM untuk mobil diharapkan mampu meningkatkan output dan permintaan sehingga juga bakal mengerek sektor perdagangan.
Cairnya THR bakal mendongkrak daya beli masyarakat dan memicu mereka untuk lebih berani berbelanja. Hal ini juga menjadi katalis positif untuk penjualan ritel yang selama ini berada di zona kontraksi.
Untuk sektor konstruksi serta pertambangan & penggalian juga berpotensi terkerek. Pemicunya adalah kenaikan anggaran untuk infrastruktur yang mencapai lebih dari 30% (yoy) dan kenaikan harga komoditas tambang seperti nikel, batu bara hingga tembaga.
Tren penurunan suku bunga acuan yang dibarengi dengan suku bunga kredit meski belum agresif akan menguntungkan sektor properti. Apalagi BI, OJK dan pemerintah sepakat untuk melonggarkan aturan DP.
Overall, perekonomian RI memang berpeluang bakal lebih baik, terutama jika vaksinasi Covid-19 semakin digeber. Hingga akhir pekan lalu jumlah vaksin yang telah disuntikkan ke masyarakat Tanah Air mencapai 10,77 juta dosis. Sebanyak 7,44 juta orang sudah menerima vaksin pertama dan 3,33 juta sudah menerima vaksin kedua.
TIM RISET CNBC INDONESIA