Jakarta, CNBC Indonesia - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi hal lazim saat pandemi dilakukan oleh perusahaan. Namun, tak semua perusahaan melakukan PHK karyawannya meski dalam kondisi susah. Misalnya operator bus Lorena mencoba bertahan dengan kemampuan yang ada agar tak ada PHK di perusahaan.
VP President Director Lorena Transport Group, Eka Sari Lorena, membeberkan kesulitan perusahaan di masa pandemi. Mulai dari spare parts mahal hingga kunci mereka tetap mempertahankan pekerjanya meski dihantam corona.
"Kita tetap memelihara tim yang ada juga menjaga kendaraan yang dimiliki," jelasnya dikutip Selasa (30/3/2021).
Ia mengakui perusahaannya harus memberhentikan 50% armada bus AKAP karena minimnya perjalanan dari masyarakat. Paling tidak ada 150 bus yang tidak dioperasikan pada tahun ini
Sementara itu Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Tbk, Dwi Ryanta Soebakti menjelaskan strategi lain yang digunakan perusahaan untuk bertahan di masa pandemi dengan menggunakan belanja modal perusahaan.
"Memang dari awal, kami sudah membaca kalau ekonomi baru akan mulai rebound di semester dua tahun 2022. Capex 2020 kami gunakan untuk menambal kerugian selama 2020 karena pandemi," jelas kepada CNBC Indonesia, Senin (29/3/2021).
Dwi menjelaskan juga efisiensi dari sisi operasional dengan mengurangi jumlah bus yang beroperasi sesuai demand masyarakat. Efisiensi dilakukan dari sisi biaya umum dan tidak langsung. Terkait tenaga kerja, Lorena mengaku miliki struktur perusahaan yang ramping sehingga tidak ada PHK dari perusahaannya.
"Lorena Transport Tbk sangat lean dalam SDM," jelasnya.
Pelaku usaha transportasi darat kembali berteriak makin sulitnya bertahan di masa pandemi apalagi ada kebijakan larangan mudik. Sehingga peran pemerintah ditagih sebagai kompensasi dalam bentuk insentif untuk industri transportasi darat.
"Larangan mudik ini berimbas pada perusahaan, satu tahun terakhir saja (2020) sales drop sampai 50%, sebagai imbas dari pandemi," kata Managing Director Eka Sari Lorena, Dwi Ryanta Soebakti.
Dia juga membeberkan ada 150 armada bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Lorena yang tidak dioperasikan karena menurunnya permintaan. Tapi dari sisi kinerja keuangan perusahaan Dwi masih merasa beruntung karena tidak memiliki kewajiban atau pinjaman dari bank yang besar.
"Jadi strategi yang dilakukan dengan efisiensi dari sisi operasional, mengurangi jumlah bus beroperasi sesuai demand masyarakat. Selain itu Lorena juga sangat ramping dari sisi SDM. Jadi kami lebih efisien dari sisi biaya-biaya umum atau tidak langsung," jelasnya.
Perusahaan juga belum mau menambah armada baru. Permintaan juga belanja modal yang digunakan untuk menambal kerugian selama 2020 akibat pandemi.
Dwi menjelaskan operator bus masih belum mendapat bantuan dari pemerintah. Beberapa insentif yang diminta mulai dari Tunjangan Hari Raya (THR) pengemudi/kenek, keringanan pajak (PPh Badan, PPN sparepart, PPh Karyawan), juga skema subsidi BBM untuk plat kuning.
"Karena biaya langsung terbesar adalah BBM, dibutuhkan juga keringanan biaya perpanjangan KIU (Kartu Izin Usaha), KPS (Kartu Perlindungan Sosial), Keur," katanya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan, berkaca dari tahun lalu pengusaha transportasi darat sangat terdampak kebijakan larangan mudik lebaran. Beberapa insentif yang diusulkan juga belum ditanggapi serius oleh pemerintah.
"Tahun lalu, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diusulkan Organda (Organisasi Angkutan Darat) tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Bantuan ke pengemudi transportasi umum selama tiga bulan itu juga tidak tepat sasaran. Pengemudi ojek justru ikut mendapat bantuan itu," jelas Djoko, dalam keterangan resmi, dikutip Senin, (29/3/2021).