RI Larang Mudik Lebaran, China Duluan No Mudik Imlek

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
26 March 2021 15:40
Suasana terminal Lembang di Jalan Raden Patah, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Suasana terminal Lembang di Jalan Raden Patah, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/7/20). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akhirnya resmi memutuskan untuk melarang aktivitas pulang kampung (mudik) hari raya Idul Fitri tahun ini. Alasannya adalah untuk meminimalkan penularan Covid-19. 

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan angka penularan dan kematian Covid-19 masih tinggi terutama pasca libur panjang.

Berbeda dengan tahun ini, mudik tetap ada tahun lalu. Kebijakan pemerintah yang simpang siur dan inkonsisten membuat fenomena eksodus dari kota besar seperti Jabodetabek tetap terjadi. 

Konsekuensinya pun bukan main-main. Angka infeksi Covid-19 langsung melonjak dua pekan pasca libur lebaran berakhir. Kasus infeksi harian langsung melonjak puluhan persen dalam waktu singkat. 

Untuk sekarang ini meskipun vaksinasi Covid-19 sudah mencapai angka 7 juta dosis tetapi ancaman masih menghantui, terutama dari munculnya varian baru virus Corona yang jauh lebih menular.

Mutan paling baru adalah B117 yang merebak di Inggris. Seramnya lagi, mutan B117 sudah ditemukan di Indonesia. Tentu saja ini adalah hal yang harus diantisipasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas.

Untuk itulah kebijakan mudik tahun ini ditiadakan. Tidak hanya untuk para pegawai negeri (ASN) saja beserta TNI dan POLRI, tetapi juga untuk semua kalangan termasuk pegawai swasta. Namun menteri PMK menegaskan bahwa meski aktivitas mudik ditiadakan cuti bersama tetap ada.

"Mekanisme pergerakan orang dan barang akan diatur kementerian dan lembaga terkait. Untuk kegiatan keagamaan dalam rangka menyambut Ramadan akan diatur Kemenag, dan berkonsultasi dengan organisasi keagamaan," kata Muhadjir.

Kebijakan melarang mudik lebaran ini, menurut Muhadjir, diambil sesuai arahan Presiden joko Widodo pada 23 Maret 2021. Kebijakan berupa larangan mudik ini tentu saja memiliki dampak bagi perekonomian. 

Dalam riset terbarunya, Bahana Sekuritas menyebutkan bahwa implikasi makro kebijakan ini berupa potensi penurunan output perekonomian pada kuartal kedua. Bahana meramal PDB Indonesia per kuartal untuk tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (%yoy) bakal tumbuh sebesar -0.85%, 7.82%, 5.93%, and 4.57%.

Jika diambil periode setahun penuh maka PDB Indonesia diperkirakan bakal tumbuh 4,3% (yoy) tahun ini. Larangan mudik dapat menyebabkan penurunan PDB pada kuartal kedua walau kemungkinan masih di atas 7%.

Namun sebenarnya ada sisi positif yang lebih kuat dari kemajuan vaksinasi, yang mungkin menyebabkan peningkatan yang sangat cepat dalam mobilitas masyarakat dan kepercayaan konsumen di masa depan.

Pemulihan mobilitas dan konsumsi saat ini telah terjadi di luar Jawa, dan pertumbuhan PDB yang paling lambat terjadi di Jakarta (mobilitas ritel -27% pada 20 Maret, dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi).

PDB Jakarta menyumbang 20% dari total output Indonesia. Pembatasan mudik dapat membuat orang enggan bepergian keluar masuk Jakarta tetapi tidak akan membuat orang takut untuk makan di luar dan berbelanja, mengingat perkembangan Covid-19 yang cukup menggembirakan baru-baru ini.

Sejatinya langkah yang diambil pemerintah tersebut mencontoh apa yang China sudah lakukan sejak awal Covid-19 merebak. Saat itu China juga dilema karena merebaknya wabah juga bertepatan dengan momen hari raya Imlek yang biasanya dibarengi dengan fenomena mudik besar-besaran masyarakatnya.

China menjadi negara pertama di dunia yang pertama kali terinfeksi wabah Covid-19. Namun China juga menjadi negara pertama yang berhasil lepas dari jerat pandemi sehingga ekonominya bisa berputar lagi. Ternyata kunci kesuksesannya terletak pada kontrol mobilitas publik.

Terlepas dari perdebatan seputar validitas data hingga teori konspirasi yang terdengar terlalu mengada-ada, kasus Covid-19 di China memang terus menurun. Total kasus kumulatif Covid-19 di China 'hanya' sekitar 101.000 saja. Padahal secara populasi, China merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Tak kurang dari 1,45 miliar orang tinggal di China. Sementara India sebagai negara dengan populasi terpadat kedua dan AS di posisi ketiga, keduanya justru kewalahan dengan ledakan kasus sehingga total infeksi yang tercatat lebih dari 10 juta kasus sejak awal merebak hingga sekarang.

Tambahan kasus baru per harinya di China cenderung konsisten di bawah 50 kasus sejak Februari tahun ini. Kondisinya mirip dengan periode Agustus pertengahan November tahun lalu.

Kasus harian kembali tembus ke atas 100 orang per hari di akhir tahun hingga Januari. Namun setelah itu kasus harian drop. Unik memang. Saat akan Imlek kasus tidak meledak. Usut punya usut Imlek tahun ini ternyata berbeda dengan perayaan tahun baru sebelum-sebelumnya.

Saat kasus Covid-19 kembali menanjak, pemerintah memutuskan untuk kembali melakukan pembatasan. Alhasil mobilitas publik pun turun signifikan. Berbagai data yang dipublikasikan oleh instansi pemerintah maupun swasta mencerminkan betapa sepinya Imlek tahun ini di China.

Sebagai informasi, momen Imlek biasanya digunakan untuk bersilaturahmi dengan sanak famili di kampung halaman. Fenomena mudik besar-besaran sudah menjadi tradisi jelang libur panjang Imlek satu minggu di Negeri Tirai Bambu.

Hanya saja lalu lalang mudik tahun 2021 jelas tak seramai biasanya. Data Kementerian Perhubungan China menunjukkan adanya penurunan 70% dalam jumlah perjalanan di seluruh negeri dalam dua minggu sebelum Imlek dibandingkan dengan periode yang sama dua tahun lalu.

Chini

Indeks perjalanan yang dipublikasikan oleh Baidu Inc berdasarkan data GPS dari penggunanya menunjukkan penurunan wisatawan sebesar 41% dibandingkan dengan tahun 2019.

Ina

Menurut firma analisis perjalanan ForwardKeys, pemesanan penerbangan untuk dua minggu sebelum liburan mencapai 32,8% dari periode yang sama pada 2019, sementara tiket yang diterbitkan selama periode liburan hanya 14,7% dari level 2019.

Keberhasilan China dalam menjinakkan pandemi pun berujung pada kinerja ekonomi yang tetap kinclong. Ketika ekonomi global jatuh ke dalam resesi, output perekonomian China masih mampu tumbuh 2,3% (yoy) tahun lalu.

Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Panda hanya menyusut 6,8% (yoy) pada kuartal pertama tahun lalu. Setelahnya ekonomi China justru ekspansif dan tumbuh di zona positif selama 3 kuartal berturut-turut. Tahun ini pemerintah menargetkan ekonomi bisa tumbuh dengan laju 6% sama seperti sebelum pandemi melanda.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemenhub Sebut 89% Warga Nurut Tak Mudik Lebaran, Yakin?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular