
Wakil Prabowo Sebut Ancaman ke RI tak Cuma Militer, Apa Saja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra mengungkapkan semua pihak harus mewaspadai ancaman terhadap pertahanan negara. Ancaman itu tidak melulu berkaitan dengan militer semata.
Demikian disampaikan Herindra saat memberikan sambutan dalam pembukaan Rembuk Nasional Bela Negara Tahun 2021 yang disiarkan akun Youtube resmi Kementerian Pertahanan, Rabu (24/3/2021).
Dalam sambutannya, dia mengingatkan kalau dasar hukum Bela Negara sudah jelas, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN untuk Pertahanan Negara dan PP Nomor 3 Tahun 2021.
Bela Negara, menurut Herindra, juga merupakan hak dan kewajiban yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 ayat (3), bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Hak dan kewajiban Bela Negara juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Pasal 9 dan diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN Hanneg).
"Dari berbagai ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa Bela Negara merupakan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Indonesia yang tidak bisa ditawar lagi," ujar Herindra.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN untuk Pertahanan Negara, dia menegaskan Bela Negara adalah tekad, sikap dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 dalam menghadapi ancaman.
Herindra menuturkan perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional saat ini telah menciptakan spektrum ancaman dan tantangan yang kompleks terhadap pertahanan negara.
"Ancaman dan tantangan tidak lagi didominasi oleh ancaman militer, tetapi juga oleh ancaman nonmiliter. Kompleksitas ancaman inilah yang perlu dipahami dan dimengerti kita semua sebagai bagian dari unsur pertahanan negara, sehingga diperlukan kesadaran hak dan kewajiban setiap warga negara dalam membela negara sesuai profesi masing-masing," ujarnya.
"Kesadaran Bela Negara setiap warga negara inilah yang menjadi modal sosial sekaligus daya tangkal bangsa, sehingga setiap warga negara memiliki kesiapsiagaan baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun apabila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer, yang diaktualisasikan dalam keikutsertaannya secara sukarela sebagai komponen cadangan maupun sebagai komponen pendukung," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Herindra mengingatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2019 telah diatur pembagian komponen cadangan, komponen utama, dan komponen pendukung.
"Saya belajar kemiliteran sejak masuk tentara. Dulu sudah ada pengertian komponen cadangan, komponen pendukung, tapi belum ada yg mengatur. Baru di era kepemimpinan Presiden Jokowi lahir UU Nomor 23," katanya.
"Ini merupakan bentuk keseriusan kita dalam mengelola negara untuk membangun pertahanan. sebentar lagi kita juga akan membentuk komponen cadangan, yang nantinya kekuatan tersebut dapat melipatgandakan kekuatan utama kita," lanjut Herindra.
Ia menambahkan, membangun angkatan bersenjata yang besar membutuhkan ongkos yang mahal.
"Mahal sekali. Maka kita bentuk komponen cadangan supaya juga memberikan efek deterrent. Negara sebesar AS pun memiliki komponen cadangan yg cukup besar. Maka dengan lahirnya UU Nomor 23 ini nanti akan membuat pertahanan indonesia bisa lebih kuat lagi sehingga kita menjadi negara yang ditakuti lawan dan disegani oleh kawan," kata Herindra.
(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dibuka Juni 2021, Ini Syarat Daftar Program Komponen Cadangan
